TAFSIR PERJANJIAN LAMA

Oleh Pdt.Nekson Simanjuntak,MTh

(Sebagai bahan ajar di Sekolah Alkitab Keb.Baru)

Video dapat dilihat di sini:

https://youtu.be/uH7zrY29-qw

 

Kata Pengantar
Saya sangat berbahagia ikut ambil bagian dalam Kursus Sekolah Alkitab HKBP kebayoran Baru. Menurut saya ini adalah suatu Program yang sangat baik bagaimana gereja memperlengkapi anggota jemaat agar dapat memahami dan mendalami isi Alkitab. Alkitab adalh sumber kehidupan orang peraca, terang dijalan dan pelita dalam hidup. Firman Tuhan bermanfaat untuk mengjar, menegor kesalahan, memperbaiki kesalahan dan memperlengkapi orang percaya melakukan pekerjaan baik (2 Tim 3:16). Hal itulah yang membuat saya sangat tertarik dan ikut ambil bagian dalam pengajaran ini.
Sesuai dengan permintaan panitia, saya akan memberikan Mata Pelajaran: Tafsir Perjanjian Lama. Tentu Tafsir ini telah didahului dengan pengantar atau pengenalan secara umum perjanjian lama. Maka bagian saya adalah bagaimana mendampingi anggota jemaat bagaimana menafsirkan Perjanjian Lama sebagaiman dalam metodologi Tafsir Alkitab yang diterima umum dalam studi teologi.
Haruys disadari bahhwa Tafsir adalah membantu kita orang yang membaca Alkitab menemukan “makna” dan “pesan” yang tertulis dalam Alkitab. Pesan inilah yang dikembangkan sebagai aplikasi yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Memang ada kesulitan memberikan pelajaran Tafsir Perjanjian Lama ini kepada warga jemaat karena tafsir idealnya harus mempelajari bahasa Asli dari teks Alkitab. Sekalipun demikian, sudah banyak fasilitas yang cukup memadai saat ini membantu warga jemaat menemukan istilah-istilah yang dipergunakan di dalam Alkitab.
Dalam buku manual ini saya mencoba membuat bahan pengajaran dengan sistematika sebagai berikut:
1. Pengenalan Tafsir dan Metode-metode Penafsiran Dalam Alkitab
2. Tafsir Kitab-kitab Pentateukh
3. Tafsir Kitab-kitab Sejarah
4. Tafsir Kitab-kitab para Nabi
5. Tafsir kitab-kitab Puisi atau Sastra hikmat.
Dengan pembagian ini diharapkan dapat membantu warga jemaat mempelajari dan mendalami Alkitab sebagai sumber kehidupan. Membaca Alkitab membantu kita bettumbuh di dalam iman.
Salam


Pdt Nekson M Simanjuntak

Contents
I. PENGANTAR UMUM TAFSIR ALKITAB
1.1. Pengantar Tafsir
1.2. Metode-metode Tafsir dalam Alkitab
1.2.1. Tafsir Alegoris
1.2.2. Tafsir Teologis
1.2.3. Tafsir Historis
1.2.4. Tafsir Kritik Tekstual
1.2.5. Dalam Penafsiran dua hal yang tidak dapat terpisahkan: Idiologis Penafsir dan Konteks
1.2.6. Tahapan Tafsir Idiologis
1.2.7. Tahapan Tafsir Kontekstual
II. PEMBAGIAN TAFSIR PERJANJIAN LAMA
III. Tafsir Taurat (Pentateukh)
3.1. Tahapan Menafsirkan Kitab-kitab Pentateukh
3.2. Kitab-Kitab Pentateukh
3.3. Bantuan Teori Sumber-sumber
IV. TAFSIR PERJANJIAN LAM TENTANG KITAB-KITAB SEJARAH
4.1. Tahapan Menafsirkan Kitab-kitab Sejarah
4.2. Masa Pra Kerajaan
4.3. Pendudukan Kanaan dan Hakim-hakim
4.4. Israel Raya: Saul, Daud dan Salomo
4.5. Perpecahan: Israel Selatan dan Israel Utara
4.6. Raja-raja di Israel Selatan: Yehuda
4.7. Raja-raja Israel Utara: Samaria
4.8. Akhir Kerajaan Israel utara dan Pembuangan Yehuda ke Babelonia
4.9. Umat Allah Setelah penahlukan Asyur dan Pembuangan Babel
4.10. Apakah Allah Meninggalkan UmatNya?
V. TAFSIR KITAB PARA NABI-NABI
5.1. Tahapan Menafsirkan Kitab Nabi-nabi
5.2. Pembagian Kitab Nabi: Nabi-nabi Besar dan Nabi-nabi Kecil
5.3. Nabi Besar:
5.4. Nabi-nabi kecil:
5.5. Pelayanan Nabi-nabi berdasarkan Kurun Waktu
5.6. Hubungan Kitab Nabi-nabi dengan Yesus Kristus
VI. KITAB-KITAB PUISI – SASTRA HIKMAT
6.1. Pengantar
6.2. Tahapan-tahapan
6.3. Kekhususan Masing-masing Kitab
6.4. Manfaat kitab-kitab puisi ini dalam kehidupan agama Israel?

I. PENGANTAR UMUM TAFSIR ALKITAB
1.1. Pengantar Tafsir
Tafsir Perjanjian Lama adalah interpretasi atau penjelasan dari teks-teks dalam Perjanjian Lama Alkitab, yang mencakup kitab-kitab sejarah, kitab-kitab nabi, dan kitab-kitab hikmat. Tujuan utama tafsir Perjanjian Lama adalah untuk membantu pembaca modern memahami pesan yang disampaikan oleh penulis Alkitab pada saat itu.
Ada banyak metode yang digunakan dalam tafsir Perjanjian Lama, termasuk tafsir literal atau harfiah, tafsir alegoris, tafsir teologis, tafsir historis, dan tafsir kritik tekstual. Setiap metode ini memiliki pendekatan yang berbeda dalam membaca dan memahami teks-teks dalam Perjanjian Lama.
Beberapa topik utama yang sering dibahas dalam tafsir Perjanjian Lama adalah sejarah Israel, kisah-kisah para nabi, hukum-hukum Yahudi, dan nubuat-nubuat tentang Mesias yang akan datang. Selain itu, tafsir Perjanjian Lama juga mencakup analisis tentang konteks historis, linguistik, budaya, dan teologis dari teks-teks tersebut.
Saya percaya bahwa tafsir Perjanjian Lama sangat penting bagi orang-orang yang ingin memahami pesan-pesan yang disampaikan oleh Tuhan melalui Alkitab. Dengan memahami latar belakang, budaya, dan konteks teks-teks tersebut, kita dapat mengaplikasikan pesan-pesan tersebut ke dalam kehidupan kita yang modern dan memperoleh pengertian yang lebih dalam tentang Tuhan dan kehendak-Nya bagi umat manusia.
1.2. Metode-metode Tafsir dalam Alkitab
1.2.1. Tafsir Alegoris
Tafsir Alegoris adalah salah satu metode tafsir yang digunakan dalam penafsiran teks-teks dalam Alkitab, termasuk dalam Perjanjian Lama. Metode ini mencoba untuk menafsirkan teks secara simbolis atau figuratif, melampaui makna literal atau harfiah.
Dalam tafsir Alegoris, teks dianggap memiliki makna yang lebih dalam dan tersembunyi dibalik kata-kata yang digunakan. Pembaca mencoba untuk mencari simbol atau figur yang tersembunyi dalam teks tersebut, yang merepresentasikan suatu makna spiritual atau teologis.
Contohnya, dalam tafsir Alegoris, kisah-kisah dalam Perjanjian Lama, seperti kisah penciptaan dan kisah Adam dan Hawa, dapat ditafsirkan sebagai metafora untuk kehidupan spiritual manusia dan hubungan manusia dengan Allah. Begitu pula dengan kisah-kisah lainnya, seperti kisah Nuh atau kisah Yusuf, dapat ditafsirkan sebagai representasi dari rencana Allah dalam sejarah manusia.
Tafsir Alegoris biasanya digunakan oleh para teolog dan pemimpin agama untuk membantu memperoleh pengertian yang lebih dalam tentang makna spiritual dan teologis dari teks-teks Alkitab. Namun, kritik terhadap metode ini adalah bahwa tafsir Alegoris dapat menjadi subjektif dan dapat menghasilkan
berbagai macam interpretasi yang berbeda-beda, yang bisa jadi tidak sesuai dengan niat asli penulis teks tersebut.
1.2.2. Tafsir Teologis
Tafsir Teologis adalah salah satu metode tafsir yang sangat penting dalam penafsiran teks-teks Alkitab, termasuk dalam Perjanjian Lama. Metode ini mencoba untuk menafsirkan teks dengan memperhatikan pengertian teologis atau doktrinal dari suatu teks.
Dalam tafsir Teologis, penafsir mencoba untuk memperhatikan kebenaran doktrinal atau teologis yang terkandung dalam teks tersebut dan bagaimana teks tersebut berkaitan dengan ajaran-ajaran dasar iman Kristen. Tafsir Teologis juga berusaha untuk memperhatikan pesan-pesan utama yang ingin disampaikan oleh penulis teks dalam konteks iman dan praktik Kristen.
Contohnya, dalam tafsir Teologis, kisah-kisah dalam Perjanjian Lama seperti kisah penciptaan dan kisah Adam dan Hawa, dapat ditafsirkan sebagai dasar bagi keyakinan Kristen tentang kejadian penciptaan dan kejatuhan manusia karena dosa. Begitu pula dengan kisah-kisah lainnya, seperti kisah Nuh atau kisah Yusuf, dapat ditafsirkan sebagai penggambaran tentang bagaimana Allah mengarahkan sejarah umat manusia sesuai dengan rencana-Nya.
Tafsir Teologis biasanya digunakan oleh para teolog dan pemimpin agama untuk membantu memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang kebenaran iman Kristen dan kehidupan Kristen. Namun, kritik terhadap metode ini adalah bahwa tafsir Teologis cenderung didasarkan pada keyakinan dan ajaran yang sudah mapan, yang bisa jadi membatasi pemahaman kita tentang teks tersebut. Oleh karena itu, penting untuk selalu mempertimbangkan konteks dan kebudayaan di mana teks tersebut ditulis, serta memperhatikan berbagai metode tafsir lainnya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap tentang teks-teks Alkitab.
1.2.3. Tafsir Historis
Tafsir Historis adalah salah satu metode tafsir yang digunakan dalam penafsiran teks-teks Alkitab, termasuk dalam Perjanjian Lama. Metode ini mencoba untuk menafsirkan teks dengan memperhatikan konteks sejarah, budaya, dan sosial di mana teks tersebut ditulis.
Dalam tafsir Historis, penafsir mencoba untuk memahami teks dengan memperhatikan konteks sejarah dan sosial yang berlaku pada saat teks tersebut ditulis. Penafsir akan mempelajari peristiwa-peristiwa sejarah, adat istiadat, tradisi, dan budaya yang ada pada saat penulisan teks tersebut. Hal ini membantu penafsir untuk memahami makna dan tujuan yang ingin disampaikan oleh penulis teks, serta memahami bagaimana teks tersebut bisa diaplikasikan dalam konteks kehidupan saat ini.
Contohnya, dalam tafsir Historis, kisah-kisah dalam Perjanjian Lama seperti kisah keluar dari Mesir dan kisah bangsa Israel di padang gurun dapat ditafsirkan dengan memperhatikan kondisi sosial, politik, dan ekonomi pada saat itu. Dengan memahami konteks sejarah tersebut, penafsir dapat memahami makna dan tujuan yang ingin disampaikan oleh penulis teks dan bagaimana teks tersebut dapat diaplikasikan dalam konteks kehidupan saat ini.
Tafsir Historis juga dapat membantu kita memahami perbedaan antara pandangan dan praktek kebudayaan dan sosial yang berbeda antara zaman Perjanjian Lama dengan zaman sekarang. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang konteks sejarah dan sosial, penafsir dapat menghindari pemahaman yang salah atau penafsiran yang terlalu literal.
Tafsir Historis biasanya digunakan oleh para teolog dan pemimpin agama untuk membantu memperoleh pemahaman yang lebih lengkap dan tepat tentang teks-teks Alkitab. Namun, kritik terhadap metode ini adalah bahwa penafsir harus hati-hati dalam memilih sumber dan melakukan penelitian yang akurat untuk memastikan bahwa penafsiran mereka didasarkan pada konteks sejarah yang akurat dan terpercaya.
1.2.4. Tafsir Kritik Tekstual
Tafsir kritik tekstual adalah salah satu metode tafsir yang digunakan dalam penafsiran teks-teks Alkitab, termasuk dalam Perjanjian Lama. Metode ini mencoba untuk menafsirkan teks dengan memperhatikan teks itu sendiri, termasuk aspek-aspek seperti naskah, bahasa, sintaksis, dan struktur.
Dalam tafsir kritik tekstual, penafsir mencoba untuk memahami teks dengan mempelajari aspek-aspek kebahasaan dan naskah yang digunakan. Penafsir akan memperhatikan berbagai versi naskah yang ada, mempelajari perbedaan-perbedaan antara versi-versi naskah tersebut, serta mencoba untuk memahami alasan mengapa terdapat perbedaan-perbedaan tersebut. Penafsir juga akan mempelajari aspek-aspek kebahasaan, seperti arti kata-kata, sintaksis, dan struktur kalimat, untuk membantu memahami makna dari teks tersebut.
Contohnya, dalam tafsir kritik tekstual, penafsir akan mempelajari berbagai versi naskah yang ada dan membandingkan perbedaan-perbedaan antara versi-versi tersebut. Dengan memahami perbedaan-perbedaan ini, penafsir dapat menentukan versi mana yang paling akurat dan dapat membantu menjelaskan makna dari teks tersebut. Selain itu, dengan mempelajari aspek-aspek kebahasaan, seperti arti kata-kata dan struktur kalimat, penafsir dapat memahami bagaimana teks tersebut diartikan pada waktu itu dan bagaimana teks tersebut dapat diaplikasikan dalam konteks kehidupan saat ini.
Tafsir kritik tekstual sangat penting dalam penafsiran teks-teks Alkitab karena dapat membantu kita memahami teks dengan lebih akurat dan terpercaya. Namun, kritik terhadap metode ini adalah bahwa penafsir harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang aspek-aspek kebahasaan dan naskah untuk dapat melakukan penafsiran yang tepat dan akurat. Oleh karena itu, tafsir kritik tekstual biasanya digunakan oleh para sarjana Alkitab dan ahli teks untuk membantu memperoleh pemahaman yang lebih tepat dan akurat tentang teks-teks Alkitab.
1.2.5. Dalam Penafsiran dua hal yang tidak dapat terpisahkan: Idiologis Penafsir dan Konteks
Tafsir ideologis dan tafsir kontekstual adalah dua pendekatan yang berbeda dalam menafsirkan teks religius, termasuk Tafsir Perjanjian Lama. Berikut adalah penjelasan tentang keduanya beserta perbedaannya:
Tafsir Ideologis: Pendekatan ini menafsirkan teks religius dengan mengutamakan pandangan ideologis dan keyakinan tertentu. Tafsir ini sering kali didasarkan pada keyakinan politik atau sosial yang tertentu, dan bertujuan untuk memperkuat pandangan tersebut melalui interpretasi teks religius. Contohnya, tafsir
ideologis dapat digunakan untuk membenarkan kebijakan atau aksi politik tertentu, atau untuk menegaskan dominasi suatu kelompok atau agama tertentu. Pendekatan ini sering kali kurang memperhatikan konteks sejarah atau lingkungan sosial yang mempengaruhi teks religius.
Tafsir Kontekstual: Pendekatan ini menafsirkan teks religius dengan mempertimbangkan konteks sejarah, budaya, dan sosial yang membentuk teks tersebut. Tafsir ini menekankan pada pemahaman yang lebih luas tentang lingkungan sosial dan sejarah yang membentuk teks religius, serta memperhatikan konvensi sastra, gaya bahasa, dan aspek linguistik lainnya. Pendekatan ini bertujuan untuk memahami teks religius secara holistik dan menyeluruh, dan dapat memberikan pemahaman yang lebih akurat tentang makna dan pesan teks tersebut.
Perbedaan antara tafsir ideologis dan tafsir kontekstual terletak pada fokus dan tujuan interpretasi. Tafsir ideologis menempatkan fokus pada pandangan ideologis atau keyakinan tertentu, dan bertujuan untuk memperkuat atau membenarkan pandangan tersebut melalui interpretasi teks religius. Sementara itu, tafsir kontekstual menempatkan fokus pada konteks sejarah, budaya, dan sosial yang membentuk teks religius, dan bertujuan untuk memahami teks tersebut secara menyeluruh dan akurat. Pendekatan tafsir kontekstual cenderung lebih objektif dan terbuka terhadap pemahaman yang beragam, sedangkan tafsir ideologis cenderung lebih subjektif dan membatasi interpretasi teks hanya pada pandangan ideologis atau keyakinan tertentu.
Pendekatan tafsir ideologis dan tafsir kontekstual memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam membantu pembaca memahami pesan Alkitab.
Tafsir ideologis dapat membantu pembaca untuk memahami pesan Alkitab dari sudut pandang tertentu, dan dapat memberikan dorongan untuk bertindak sesuai dengan keyakinan yang dianut. Namun, kelemahan tafsir ideologis adalah kemungkinan adanya kecenderungan untuk menafsirkan teks dengan cara yang terlalu memaksakan atau membatasi pandangan tertentu, sehingga mengabaikan sisi lain dari teks yang mungkin tidak sesuai dengan pandangan tersebut.
Sementara itu, tafsir kontekstual dapat membantu pembaca memahami pesan Alkitab dengan lebih objektif dan terbuka terhadap pemahaman yang beragam. Dengan mempertimbangkan konteks sejarah, budaya, dan sosial yang membentuk teks tersebut, pembaca dapat memahami teks secara menyeluruh dan lebih akurat. Namun, kelemahan dari pendekatan ini adalah kompleksitas dan kerumitan dalam pemahaman teks, serta kemungkinan adanya perbedaan interpretasi antara pembaca yang berbeda.
Oleh karena itu, dalam membantu pembaca memahami pesan Alkitab, baik pendekatan tafsir ideologis maupun tafsir kontekstual dapat membantu. Namun, penting untuk mempertimbangkan kelemahan dari kedua pendekatan tersebut, serta tetap memperhatikan keseluruhan konteks teks Alkitab dan mempertimbangkan pemahaman yang luas dan terbuka terhadap pemahaman yang beragam.
1.2.6. Tahapan Tafsir Idiologis
Tafsir idiologis atau teologis biasanya mengacu pada upaya untuk menafsirkan Alkitab dari perspektif tertentu atau keyakinan agama tertentu. Berikut adalah tahapan umum dalam tafsir idiologis:
1. Menentukan keyakinan agama atau ideologi yang akan menjadi kerangka interpretasi. Dalam tahap ini, pembaca akan menentukan prinsip-prinsip dan keyakinan agama atau ideologi tertentu yang akan membentuk kerangka interpretasi.
2. Menentukan teks Alkitab yang akan ditafsirkan. Dalam tahap ini, pembaca akan memilih teks Alkitab yang ingin ditafsirkan, dan mempertimbangkan keterkaitannya dengan keyakinan agama atau ideologi yang telah ditentukan.
3. Mempertimbangkan teks Alkitab secara keseluruhan. Pembaca akan mencari dan mempertimbangkan ayat-ayat Alkitab yang berkaitan dengan tema atau topik yang ingin ditafsirkan, dan menafsirkannya berdasarkan kerangka interpretasi yang telah ditetapkan.
4. Mengidentifikasi pesan dan aplikasi teks Alkitab sesuai dengan keyakinan agama atau ideologi tertentu. Dalam tahap ini, pembaca akan mempertimbangkan makna dan pesan yang terkandung dalam teks Alkitab, dan memformulasikan aplikasi teks tersebut sesuai dengan keyakinan agama atau ideologi tertentu.
5. Menerapkan aplikasi teks Alkitab dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dalam tahap terakhir, pembaca akan mempertimbangkan bagaimana aplikasi teks Alkitab yang ditafsirkan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan keyakinan agama atau ideologi tertentu.
Namun, perlu diingat bahwa tafsir idiologis memiliki kecenderungan untuk menafsirkan teks Alkitab dengan cara yang terlalu membatasi atau memaksakan pandangan tertentu, sehingga penting untuk tetap memperhatikan keseluruhan konteks teks dan mempertimbangkan pemahaman yang beragam.
1.2.7. Tahapan Tafsir Kontekstual
Tafsir kontekstual adalah metode tafsir yang berfokus pada pemahaman teks Alkitab dalam konteks sejarah, sosial, budaya, dan lingkungan di mana teks itu ditulis. Berikut adalah beberapa tahapan umum dalam tafsir kontekstual:
1. Menentukan konteks historis dan budaya teks Alkitab. Dalam tahap ini, pembaca akan mempelajari konteks sejarah dan budaya di mana teks Alkitab ditulis, termasuk keadaan sosial, politik, dan agama pada saat itu.
2. Menganalisis bahasa asli teks Alkitab. Dalam tahap ini, pembaca akan mempelajari bahasa asli teks Alkitab, seperti bahasa Ibrani, Aram, dan Yunani, untuk memahami arti dan nuansa kata-kata yang digunakan dalam teks.
3. Memahami struktur dan gaya penulisan teks Alkitab. Dalam tahap ini, pembaca akan mempelajari struktur dan gaya penulisan teks Alkitab, termasuk jenis sastra dan bahasa figuratif yang digunakan, seperti metafora, simbolisme, dan alegori.
4. Menafsirkan teks Alkitab berdasarkan konteksnya. Dalam tahap ini, pembaca akan menafsirkan teks Alkitab berdasarkan konteks historis, sosial, budaya, dan lingkungan di mana teks itu ditulis. Hal ini termasuk mempertimbangkan pengaruh konteks ini terhadap arti kata-kata dan gagasan dalam teks.
5. Menerapkan pemahaman teks Alkitab dalam konteks modern. Dalam tahap terakhir, pembaca akan menerapkan pemahaman teks Alkitab dalam konteks modern, mempertimbangkan bagaimana teks Alkitab dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penting untuk dicatat bahwa tafsir kontekstual menghargai konteks sejarah, budaya, dan lingkungan di mana teks Alkitab ditulis, sehingga dapat membantu pembaca memahami teks dengan lebih akurat dan mendalam. Namun, karena teks Alkitab ditulis dalam konteks yang berbeda dengan konteks kita hari ini, pemahaman teks Alkitab dalam konteks modern dapat menjadi tantangan, sehingga perlu berhati-hati dalam menerapkannya.
II. PEMBAGIAN TAFSIR PERJANJIAN LAMA
Dalam pengantar Perjanjian Lama kita pasti telah diperkenalkan bahwa dari 39 Kitab PL dibagi dalam empat bagian, yaitu: Taurat, Sejarah, Puisi, dan Nabi-nabi. Setiap bagian ini dapat memiliki metodo tafsir yang digunakan oleh penafsir. Keempat bagian ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa kategori tafsir berdasarkan pendekatan dan fokusnya sebagaimana dijelaskan diatas.
- Tafsir historis: Pendekatan ini mempertimbangkan konteks sejarah dan sosial budaya dalam penafsiran teks Alkitab. Tafsir historis mencakup pengkajian peristiwa dan tokoh yang terkait dalam teks Alkitab, serta mencari tahu bagaimana kehidupan dan budaya di masa itu mempengaruhi penulisan teks Alkitab.
- Tafsir teologis: Pendekatan ini menyoroti aspek teologis dalam teks Alkitab, termasuk doktrin dan keyakinan agama. Tafsir teologis mempertimbangkan bagaimana teks Alkitab mempengaruhi kepercayaan dan praktik agama, dan bagaimana pengertian teologi Alkitab mempengaruhi masyarakat.
- Tafsir kritik tekstual: Pendekatan ini memeriksa teks Alkitab secara kritis, termasuk aspek-aspek seperti bahasa, konteks historis, dan konteks sosial budaya. Tafsir kritik tekstual bertujuan untuk mencari tahu arti teks Alkitab yang asli, dengan mengurangi pengaruh dari penafsir-penafsir sebelumnya.
- Tafsir alegoris: Pendekatan ini menggunakan bahasa simbolis dan figuratif untuk menafsirkan teks Alkitab. Tafsir alegoris berpendapat bahwa teks Alkitab memiliki makna yang lebih dalam dan tersembunyi di balik makna literalnya.
- Tafsir kontekstual: Pendekatan ini menempatkan teks Alkitab dalam konteks sejarah, sosial, dan budaya yang tepat saat teks ditulis. Tafsir kontekstual mencari tahu bagaimana masyarakat pada saat itu memahami teks Alkitab dan bagaimana pengertian itu dapat diterapkan pada zaman modern.
Dalam setiap pendekatan tafsir ini, pembaca mempelajari teks Alkitab dengan cara yang berbeda dan dengan fokus yang berbeda pula. Oleh karena itu, memahami berbagai pendekatan ini dapat membantu pembaca untuk memiliki pemahaman yang lebih lengkap tentang teks Alkitab dan menemukan makna yang lebih dalam dari pesan-pesan Alkitab
Dalam bagian berikutnya kita mencoba membagi Empat bagian Perjanjian Lama dan tahapan-tahapan penasfiran dari setiap bagian:
1. Tafsir Kitab Pentateukh
2. Tafsir Kitab Sejarah
3. Tafsir Kitab Nabi-nabi dan
4. Tafisr Kitab Puisi – Sastra Hikmat

III. Tafsir Taurat (Pentateukh)
3.1. Tahapan Menafsirkan Kitab-kitab Pentateukh
Tafsir Kitab Taurat (Pentateukh) dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, tergantung pada tujuan dan fokus penafsir. Namun, ada beberapa tahapan umum yang dapat digunakan dalam menafsirkan Kitab Taurat, antara lain:
- Studi teks: Tahapan pertama dalam menafsirkan Kitab Taurat adalah mempelajari teks itu sendiri dengan seksama. Hal ini meliputi memeriksa konteks historis dan kebudayaan di mana teks tersebut ditulis, membaca teks dalam bahasa aslinya (Ibrani), dan memeriksa terjemahan yang ada dalam bahasa yang dimengerti.
- Analisis struktural: Tahap kedua adalah analisis struktural, yaitu memeriksa struktur teks secara keseluruhan, bagian-bagian utama, ayat-ayat, dan kata-kata. Dalam analisis struktural, penafsir mencari pola, tema, dan struktur yang muncul dalam teks untuk membantu memahami makna dan pesan yang tersirat dalam teks.
- Konteks historis: Tahap ketiga adalah memeriksa konteks historis di mana teks ditulis, termasuk budaya, adat istiadat, dan peristiwa sejarah yang mempengaruhi penulisan teks. Hal ini membantu penafsir memahami bagaimana pengaruh budaya dan peristiwa sejarah pada saat itu memengaruhi pesan dan makna teks.
- Konteks teologis: Tahap keempat adalah memeriksa konteks teologis, yaitu doktrin atau keyakinan agama yang ada pada saat penulisan teks dan bagaimana doktrin ini mempengaruhi penulisan teks. Konteks teologis membantu memahami pesan dan makna teks dalam kerangka kepercayaan agama.
- Tafsir kritik tekstual: Tahap kelima adalah melakukan tafsir kritik tekstual, yaitu memeriksa bahasa, sintaksis, dan konteks historis untuk mencari arti teks yang asli dan mengurangi pengaruh penafsir-penafsir sebelumnya.
- Penerapan: Tahap terakhir adalah menerapkan makna dan pesan teks ke dalam kehidupan sehari-hari. Ini melibatkan menghubungkan makna dan pesan teks dengan konteks kehidupan modern dan mempertimbangkan bagaimana teks dapat menjadi relevan dan bermakna dalam kehidupan kita saat ini.
Dengan memahami tahapan-tahapan ini, pembaca dapat lebih baik dalam menafsirkan Kitab Taurat dan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pesan-pesan yang terkandung dalam teks Alkitab tersebut.
3.2. Kitab-Kitab Pentateukh
Kitab Pentateukh, juga dikenal sebagai Taurat, adalah bagian pertama dari Perjanjian Lama yang terdiri dari lima kitab yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Pentateukh berisi kisah penciptaan dunia, kisah para patriark seperti Abraham, Ishak, dan Yakub, serta kisah keluarga mereka. Selain itu, Pentateukh juga berisi hukum-hukum yang diberikan Allah kepada bangsa Israel melalui Nabi Musa, termasuk Sepuluh Perintah Allah. Dalam Kitab ini juga kita menemukan sejarah pemenbtukan Allah atas umatNya Israel dan pemeliharaan tuhan selama 40 tahun perjalanan di padang gurun hingga pidato Musa yang terakhir kepada umat Allah sebelum di panggil Tuhan. Kitab Pentateukh juga menjadi dasar

kepercayaan Yahudi dan Kristen dalam mengenal Allah, sejarah umat manusia, dan rencana keselamatan Allah untuk manusia.
01. Kitab Kejadian (Genesis): Kitab Kejadian menceritakan tentang penciptaan dunia, Adam dan Hawa, kisah Nuh dan air bah, serta kisah-kisah keluarga patriark terkenal seperti Abraham, Ishak, Yakub dan Yusuf. Kitab ini juga memuat berbagai nubuat tentang Mesias dan kebangkitan orang mati.
02. Kitab Keluaran (Exodus): Kitab Keluaran menceritakan tentang kehidupan orang-orang Israel di Mesir dan pembebasan mereka dari perbudakan oleh Musa. Kitab ini juga memuat pemberian hukum-hukum Allah di Gunung Sinai, pembangunan Kemah Suci, dan kejadian-kejadian di padang gurun selama perjalanan orang-orang Israel menuju Tanah Perjanjian.
03. Kitab Imamat (Leviticus): Kitab Imamat berisi hukum-hukum Allah yang diberikan kepada umat Israel untuk menjalankan ibadah dan kehidupan sehari-hari mereka. Kitab ini membahas tentang persembahan kurban, hukum kebersihan, dan hukum-hukum tentang dosa dan penebusan.
04. Kitab Bilangan (Numbers): Kitab Bilangan menceritakan tentang perjalanan orang-orang Israel dari Gunung Sinai menuju Tanah Perjanjian. Kitab ini memuat catatan peristiwa-peristiwa selama perjalanan mereka, termasuk konflik antara Musa dan saudaranya Harun, pemberontakan orang-orang Israel, dan penaklukan tanah-tanah di sekitar mereka.
05. Kitab Ulangan (Deuteronomi): Kitab Ulangan berisi khotbah terakhir Musa kepada umat Israel sebelum dia meninggal dunia. Kitab ini memuat kembali hukum-hukum Allah yang diberikan di Kitab Imamat dan kisah-kisah peristiwa dalam Kitab Bilangan. Kitab ini juga memuat perintah-perintah Allah kepada umat Israel dan nubuat-nubuat tentang masa depan mereka.
3.3. Bantuan Teori Sumber-sumber
Teori sumber-sumber (source criticism) adalah pendekatan kritis yang digunakan dalam menafsirkan Pentateukh, yang bertujuan untuk mencari tahu sumber-sumber atau dokumen-dokumen yang digunakan dalam penulisan kitab Taurat. Teori ini berasumsi bahwa kitab Taurat tidak ditulis oleh satu penulis tunggal, melainkan berasal dari beberapa dokumen yang dikumpulkan dan diolah oleh para pengarang atau penyunting.
Fungsi utama dari teori sumber-sumber adalah untuk membantu memahami struktur dan komposisi kitab Taurat. Dengan mengidentifikasi sumber-sumber atau dokumen-dokumen asli yang digunakan dalam penulisan kitab Taurat, maka akan dapat dipahami bagaimana kitab Taurat diorganisasi dan dikomposisikan. Dalam hal ini, teori sumber-sumber juga membantu menjawab beberapa pertanyaan kritis tentang teks, seperti bagaimana dan mengapa beberapa bagian saling berkaitan atau bertentangan.
Secara khusus, teori sumber-sumber menelusuri asal mula dan perubahan yang terjadi pada dokumen-dokumen yang menjadi sumber penulisan kitab Taurat. Pendekatan ini mengklasifikasikan teks Taurat menjadi beberapa sumber utama, yang dikenal sebagai sumber Yahwist, sumber Elohist, sumber Deuteronomis, dan sumber Imamat (Priest).
A. Sumber Yahwist (Y)
Berikut keistimewaan sumber Yahwist:
- Menggunakan kata YHWH dalam menuliskan nama Tuhan dan dalam LAI umumnya di terjemahkan dengan nama TUHAN
- Gaya bahasa naratif yang hidup dan gamblang: Sumber Yahwist ditandai dengan gaya bahasa naratif yang hidup dan gamblang, yang membuat cerita-cerita dalam kitab Taurat menjadi mudah dipahami dan diingat. Sumber Yahwist sering menggunakan ungkapan-ungkapan populer, kata-kata onomatopoeia, dan penggambaran realistis yang menarik untuk membawa cerita ke dalam kehidupan.
- Menempatkan fokus pada figur manusia dan hubungan mereka dengan Tuhan: Sumber Yahwist menempatkan fokus pada figur manusia dan hubungan mereka dengan Tuhan, dan menekankan pentingnya iman dan pengabdian kepada Tuhan. Karakter-karakter manusia dalam sumber Yahwist ditampilkan sebagai manusia yang berjuang dengan kesalahan dan kelemahan, tetapi juga dapat memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan.
- Memberikan teologi Yahwist yang khas: Sumber Yahwist memberikan teologi Yahwist yang khas, yang menganggap Yahweh sebagai Tuhan pribadi yang dekat dengan manusia dan aktif dalam sejarah dunia. Teologi Yahwist menekankan pentingnya perjanjian dengan Tuhan dan pemenuhan kehendak Tuhan sebagai landasan kehidupan beragama yang benar.
B. Sumber Elohist (E)
Keistimewaan Sumber Elohist ini adalah:
- Dalam narasi Pentateuch sumber E menggunakan kata Elohim untuk menuliskan nama Allah dalam Alkitab.
- Menekankan makna simbolik dan keberadaan Tuhan: Sumber Elohist menekankan makna simbolik dan keberadaan Tuhan. Sumber ini sering menggunakan figur simbolik seperti malaikat dan mimpi untuk mengekspresikan kehadiran Tuhan dan makna kehidupan.
- Fokus pada peran penting Yakub dan Yusuf: Sumber Elohist fokus pada peran penting Yakub dan Yusuf dalam sejarah Israel. Cerita tentang Yakub dan Yusuf menunjukkan bagaimana Tuhan terus memimpin umat-Nya melalui orang-orang yang dipilih-Nya.
- Lebih terpusat pada hukum dan ritual: Sumber Elohist lebih terpusat pada hukum dan ritual. Sumber ini menekankan pentingnya pengorbanan dan upacara keagamaan dalam menghormati Tuhan, serta memberikan petunjuk rinci tentang bagaimana mempraktikkan ibadah dan memberikan hukum yang mengatur kehidupan sehari-hari.
C. Deutronomist (D)
Keistimewaan sumber Deutronomist:
- Sumber D menggunakan penggabuangan Yahwe Elhohim atau dalam Terjemahan LAI (Tuhan Allah)
- Penekanan pada kepatuhan terhadap hukum Allah: Sumber Deutronomist menekankan pentingnya kepatuhan terhadap hukum Allah. Sumber ini menunjukkan bahwa Tuhan memberikan hukum-Nya sebagai pedoman  

bagi umat-Nya agar hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
- Fokus pada kisah-kisah sejarah dan kisah-kisah kepemimpinan: Sumber Deutronomist fokus pada kisah-kisah sejarah dan kisah-kisah kepemimpinan dalam sejarah Israel. Sumber ini menunjukkan bahwa Tuhan terus memimpin umat-Nya melalui orang-orang yang dipilih-Nya.
- Perhatian pada masalah sosial dan kemanusiaan: Sumber Deutronomist memberikan perhatian khusus pada masalah sosial dan kemanusiaan. Sumber ini menunjukkan bahwa Tuhan peduli pada kehidupan sosial dan kemanusiaan umat-Nya, dan memberikan pedoman tentang bagaimana memperlakukan sesama manusia dengan baik dan adil.
D. Sumber Imamat (Priest/P)
Keistimeawaan Sumber Imamat (Priest)
- Fokus pada upacara ibadah dan persembahan: Sumber Imamat fokus pada upacara ibadah dan persembahan yang dilakukan oleh umat Israel. Sumber ini memberikan aturan-aturan dan petunjuk tentang cara melakukan upacara ibadah dan memberikan penjelasan tentang makna dan tujuan persembahan yang dipersembahkan kepada Allah.
- Penekanan pada kesucian dan ketaatan: Sumber Imamat menekankan pentingnya kesucian dan ketaatan dalam melakukan ibadah. Sumber ini menunjukkan bahwa Tuhan meminta umat-Nya untuk hidup dalam kekudusan dan melakukan segala sesuatu dengan penuh ketaatan dan hormat kepada-Nya.
- Peran imam dan fungsi keluarga imam: Sumber Imamat memberikan perhatian khusus pada peran imam dan fungsi keluarga imam dalam melakukan ibadah. Sumber ini menjelaskan tentang tugas dan tanggung jawab imam, termasuk tugas-tugas seperti membersihkan tempat suci dan memimpin upacara ibadah. Sumber ini juga memberikan penjelasan tentang struktur keluarga imam dan bagaimana mereka memainkan peran penting dalam menjaga kesucian dan kekudusan umat Israel.


RANGKUMAN TAFSIR KITAB PENTATEUKH Ringkasan umum Kitab Pentateukh adalah bahwa kitab ini terdiri dari lima kitab, yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Kitab ini mengisahkan sejarah awal manusia dan Israel, termasuk penciptaan dunia, manusia, dan peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Israel seperti keluarnya bangsa Israel dari Mesir, pemberian hukum Taurat, dan perjalanan menuju tanah Kanaan. Kitab ini juga menampilkan berbagai hukum, tata ibadah, dan instruksi yang diberikan oleh Allah kepada bangsa Israel melalui nabi Musa. Selain itu, Kitab Pentateukh juga menekankan kepercayaan pada satu-satunya Allah yang benar dan pentingnya ketaatan kepada-Nya.

IV. TAFSIR PERJANJIAN LAM TENTANG KITAB-KITAB SEJARAH
4.1. Tahapan Menafsirkan Kitab-kitab Sejarah
Berikut penjelasan lengkap tentang Tafsir Kitab Sejarah dalam Perjanjian Lama:
Kitab Sejarah merupakan kelompok kitab di dalam Perjanjian Lama yang berisi kisah-kisah sejarah umat Israel mulai dari masa-masa perjalanan bangsa Israel dari Mesir menuju Tanah Perjanjian hingga masa pemerintahan raja-raja Israel. Kelompok kitab Sejarah terdiri dari lima kitab, yaitu Yosua, Hakim-Hakim, Rut, 1 Samuel, dan 2 Samuel, 1 Raja-Raja dan 2 Raja-Raja.
Tafsir Kitab Sejarah dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode tafsir yang telah dibahas sebelumnya, seperti tafsir historis, tafsir literer, dan tafsir teologis. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tafsir kitab-kitab Sejarah, antara lain:
1. Konteks sejarah: Sebelum melakukan tafsir, perlu dipahami konteks sejarah di mana kitab-kitab Sejarah ditulis. Hal ini sangat penting karena kitab-kitab ini merupakan sejarah umat Israel, sehingga pemahaman tentang konteks sejarah akan membantu memahami pesan dan tujuan penulisan kitab.
2. Narasi dan gaya sastra: Kitab-kitab Sejarah ditulis dengan gaya narasi dan sastra yang khas, sehingga dalam melakukan tafsir perlu memperhatikan unsur-unsur narasi dan sastra yang digunakan. Hal ini akan membantu dalam memahami pesan dan tujuan penulisan kitab
3. Konteks teologis: Kitab-kitab Sejarah juga memiliki konteks teologis yang penting untuk dipahami. Sebagian besar kitab-kitab ini menunjukkan bagaimana Tuhan bekerja dalam sejarah umat Israel, dan bagaimana kehendak-Nya terwujud melalui tindakan para pemimpin dan raja-raja Israel. Oleh karena itu, dalam melakukan tafsir perlu memperhatikan pesan teologis yang ingin disampaikan oleh kitab-kitab Sejarah.
4. Hubungan dengan Kitab Taurat: Kitab-kitab Sejarah juga memiliki hubungan yang erat dengan Kitab Taurat, khususnya dalam hal pelaksanaan hukum-hukum Allah. Oleh karena itu, dalam melakukan tafsir perlu memperhatikan hubungan antara kitab-kitab Sejarah dengan Kitab Taurat, dan bagaimana kitab-kitab ini menerapkan hukum-hukum Allah dalam kehidupan umat Israel.
Dalam melakukan tafsir Kitab Sejarah, penting untuk memahami bahwa kitab-kitab ini bukan hanya sekedar sejarah yang menceritakan peristiwa-peristiwa masa lalu, tetapi juga memiliki pesan teologis yang penting untuk dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami konteks sejarah, narasi dan gaya sastra, konteks teologis, dan hubungan dengan Kitab Taurat, kita dapat melakukan tafsir Kitab Sejarah dengan lebih baik dan mendalam.
4.2. Masa Pra Kerajaan
Sejarah Bapak Leluhur atau disebut dengan Pra-kerajaan Israel merujuk pada periode sejarah yang terjadi sebelum pendirian kerajaan Israel yang pertama pada sekitar tahun 1000 SM. Periode ini terbagi menjadi dua periode: zaman Patriark dan zaman Kejatuhan Mesir.
Zaman Patriark adalah periode yang meliputi kisah-kisah kehidupan para leluhur Israel seperti Abraham, Ishak, dan Yakub. Selama periode ini, keturunan mereka tinggal sebagai pengembara dan penggembala di sekitar Kanaan.
Zaman Kejatuhan Mesir mengisahkan kisah keluaran bangsa Israel dari perbudakan di Mesir dan kepemimpinan Musa. Peristiwa penting selama periode ini antara lain pemberian hukum Taurat di Gunung Sinai dan perjalanan bangsa Israel menuju Tanah Perjanjian.
Beberapa tokoh penting selama periode pra-kerajaan Israel antara lain Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, dan Musa. Abraham dikenal sebagai bapak umat Yahudi dan dianggap sebagai tokoh yang memulai perjanjian Allah dengan bangsa Israel. Ishak merupakan putra Abraham dan dianggap sebagai tokoh penting dalam pembentukan identitas Israel. Yakub, cucu Abraham, memiliki dua belas putra yang menjadi leluhur dari dua belas suku Israel. Yusuf, salah satu putra Yakub, dijual ke Mesir oleh saudara-saudaranya dan kemudian menjadi penasehat Firaun. Musa, dianggap sebagai pemimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir dan menerima hukum Taurat dari Allah di Gunung Sinai.
4.3. Pendudukan Kanaan dan Hakim-hakim
Pendudukan Israel atas Tanah Kanaan dimulai setelah mereka keluar dari Mesir di bawah pimpinan Musa. Setelah Musa wafat, kepemimpinan Israel beralih ke Yosua bin Nun yang dipilih oleh Allah untuk memimpin bangsa Israel menaklukkan tanah Kanaan.
Masa pendudukan Israel di Kanaan terbagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah penaklukan wilayah tengah dan selatan yang meliputi daerah Yerikho, Hebron, dan Yudea. Tahap kedua adalah penaklukan wilayah utara dan pantai, termasuk kota-kota seperti Hazor dan Megido. Tahap ketiga adalah pembagian wilayah dan penguasaan atas daerah-daerah yang belum dikuasai.
Selama masa pendudukan, Israel dihadapkan pada tantangan yang berat, termasuk melawan suku-suku Kanaan yang bertahan di wilayah itu dan sering kali melakukan pemberontakan. Namun, berkat bantuan Allah, Israel berhasil mengalahkan musuh-musuh mereka dan memperluas wilayah kekuasaannya.
Setelah Yosua wafat, pemerintahan Israel dipimpin oleh para hakim, yang memimpin dan memerintah bangsa Israel dalam waktu yang berbeda-beda. Beberapa hakim terkenal dalam sejarah Israel antara lain Debora, Gideon, dan Simson. Namun, selama periode ini, Israel juga mengalami masa-masa sulit, termasuk sering kali jatuh dalam penyembahan berhala dan terlibat dalam perang saudara.
Kisah-kisah dalam Kitab Sejarah ini memberikan pengajaran tentang hubungan manusia dengan Allah dan satu sama lain, serta konsekuensi dari setiap tindakan yang diambil. Periode ini juga menandai awal dari monarki Israel, ketika raja-raja seperti Saul, Daud, dan Salomo memimpin bangsa Israel.
4.4. Israel Raya: Saul, Daud dan Salomo
Setelah israel menjadi satu kerajaan tiga raja pertama adalah Saul, Daud dan Salomo bisa jelaskan periode mereka dan keistimewaan masing-masing?
Periode tiga raja pertama Israel dimulai dengan raja Saul yang memerintah sekitar tahun 1020-1000 SM. Saul dipilih oleh Allah untuk menjadi raja atas Israel setelah sebelumnya mereka dipimpin oleh hakim-
hakim. Salah satu keistimewaan Saul adalah dia adalah raja pertama Israel dan merupakan pilihan Allah sendiri. Namun, kepemimpinannya terganggu oleh kegagalan-kegagalan dan kemuraman jiwa, dan ia digantikan oleh Daud.
Daud adalah raja kedua Israel yang memerintah sekitar tahun 1000-961 SM. Daud diangkat menjadi raja oleh Allah setelah Saul tidak lagi dianggap layak memimpin. Daud dikenal sebagai seorang raja yang bijaksana, kuat, dan percaya kepada Allah. Salah satu keistimewaan Daud adalah dia berhasil menyatukan seluruh suku-suku Israel menjadi satu kerajaan yang kuat, dan membuat Yerusalem menjadi ibu kota.
Salomo, putra Daud, adalah raja ketiga Israel yang memerintah sekitar tahun 961-922 SM. Salah satu keistimewaan Salomo adalah kebijaksanaannya dan kekayaannya. Ia memperluas kerajaannya melalui perdagangan dan mengeksploitasi sumber daya alam, sehingga membawa kemakmuran bagi bangsa Israel. Namun, kebijaksanaan Salomo diwarnai oleh kesalahan-kesalahan, termasuk pernikahannya dengan perempuan-perempuan asing dan penyembahan berhala.
Ketiga raja ini dikenal sebagai raja-raja Israel dalam Perjanjian Lama, dan mereka memiliki peran penting dalam sejarah Israel. Saul memulai periode kerajaan, Daud berhasil menyatukan seluruh suku-suku Israel menjadi satu kerajaan yang kuat, dan Salomo membawa kemakmuran yang besar bagi bangsa Israel.
4.5. Perpecahan: Israel Selatan dan Israel Utara
Perpecahan Kerajaan Israel terjadi setelah kematian raja Salomo sekitar tahun 931 SM. Saat itu, putra Salomo, Rehabeam, menjadi raja. Namun, ia gagal mempertahankan kesatuan kerajaan dan menghadapi pemberontakan dari sepuluh suku utara. Mereka tidak puas dengan pemerintahan Rehabeam dan menuntut keadilan dan pengurangan pajak. Rehabeam gagal memenuhi tuntutan ini, dan sepuluh suku tersebut memisahkan diri dari Kerajaan Israel dan membentuk kerajaan yang terpisah yang disebut Kerajaan Israel Utara.
Kerajaan Israel Utara kemudian dipimpin oleh sepuluh suku tersebut dengan ibu kota di Samaria, sedangkan Kerajaan Yehuda di selatan dipimpin oleh keturunan Daud dengan ibu kota di Yerusalem. Kedua kerajaan ini hidup berdampingan dan terkadang bersekutu, tetapi juga sering kali berselisih dan bahkan berperang satu sama lain. Perpecahan ini menunjukkan bahwa kesatuan bangsa Israel tidak selalu stabil dan sering kali terancam oleh perbedaan dan perselisihan.
Pemberontakan terjadi karena adanya ketidakpuasan terhadap pemerintahan Raja Rehabeam, yang dianggap tidak adil dan keras terhadap rakyat. Rehabeam menolak permintaan kaum Israel untuk mengurangi pajak dan beban kerja yang berat, yang dikenakan pada mereka oleh raja sebelumnya, Raja Salomo. Hal ini memicu kemarahan rakyat dan menyebabkan mereka memberontak.
Masalah pokok dari pemberontakan tersebut adalah masalah sosial-ekonomi dan politik. Raja-raja sebelumnya, terutama Raja Salomo, telah membangun bangunan-bangunan megah dan program-program proyek besar yang memakan biaya yang sangat besar. Untuk membiayai proyek-proyek tersebut, Raja Salomo menaikkan pajak dan memaksakan kerja yang berat pada rakyat. Ketika Raja Rehabeam naik takhta, kaum Israel meminta pengurangan pajak dan beban kerja yang berat tersebut, tetapi Raja Rehabeam menolak permintaan mereka. Ini memicu kemarahan rakyat dan memicu pemberontakan yang memisahkan kerajaan menjadi dua.

4.6. Raja-raja di Israel Selatan: Yehuda
Berikut adalah daftar raja-raja di Kerajaan Israel Selatan beserta tahun-tahun pemerintahan mereka:
- Rehabeam (928-911 SM)
- Abia (911-908 SM)
- Asa (908-867 SM)
- Yosafat (867-846 SM)
- Yoram (846-843 SM)
- Ahazia (843-842 SM)
- Atalya (842-837 SM)
- Yoas (837-800 SM)
- Amazia (800-783 SM)
- Uzia (783-742 SM)
- Yotam (742-735 SM)
- Ahaz (735-715 SM)
- Hizkia (715-686 SM)
- Manasye (686-642 SM)
- Amon (642-640 SM)
- Yoahas (640 SM)
- Yoakim (609-598 SM)
- Yoakhin (598-597 SM)
- Zedekia (597-586 SM)
Harap dicatat bahwa beberapa sumber mungkin memberikan tanggal yang sedikit berbeda untuk beberapa raja.
4.7. Raja-raja Israel Utara: Samaria
Berikut adalah daftar raja-raja yang memerintah Kerajaan Israel utara beserta kurun waktu pemerintahan mereka:
- Yerobeam bin Nebat (931-910 SM)
- Nadab bin Yerobeam (910-909 SM)
- Baasya bin Ahia (909-886 SM)
- Ela bin Baasya (886-885 SM)
- Zimri (885 SM)
- Omri (885-874 SM)
- Ahab bin Omri (874-853 SM)
- Ahazia bin Ahab (853-852 SM)
- Yoram bin Ahab (852-841 SM)
- Yehu bin Nimshi (841-814 SM)
- Yoas bin Yehu (814-798 SM)
- Yerobeam II bin Yoas (798-782 SM)
- Zakharia bin Yerobeam (782-753 SM)
- Shallum (753 SM)
- Menahem bin Gadi (753-742 SM)
- Pekahya bin Menahem (742-740 SM)
- Pekah bin Remalyahu (740-732 SM)
- Hosea bin Ela (732-722 SM)
Kerajaan Israel utara berakhir pada tahun 722 SM ketika Assyria menaklukkan ibu kotanya, Samaria, dan menawan sebagian besar penduduknya.
4.8. Akhir Kerajaan Israel utara dan Pembuangan Yehuda ke Babelonia
Kerajaan Israel Selatan (Yehuda) akhirnya jatuh pada tahun 586 SM ketika kota Yerusalem dan Bait Suci dihancurkan oleh tentara Babel di bawah pimpinan Nebukadnezar. Raja terakhir Yehuda, Zedekia, ditawan dan dibawa ke Babel bersama banyak penduduk Yerusalem dan sekitarnya.
Sementara itu, Kerajaan Israel Utara (Israel) jatuh lebih awal, pada tahun 722 SM, ketika ibu kotanya Samaria dikepung oleh pasukan Asyur. Banyak penduduk Israel diasingkan ke wilayah Asyur, dan wilayah Israel menjadi bagian dari Kekaisaran Asyur.
Dalam kedua kasus ini, kejatuhan kerajaan-kerajaan itu disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pemberontakan terhadap kekuasaan asing, perpecahan internal, kelemahan militer, dan pengaruh negatif dari agama-agama politeistik asing. Namun, dalam konteks keagamaan, kejatuhan kerajaan-kerajaan itu dianggap sebagai hukuman dari Allah atas kesalahan dan dosa-dosa yang dilakukan oleh para pemimpin dan penduduknya.
Kerajaan Israel Utara jatuh pada tahun 722 SM ketika kota Samaria, ibukotanya, direbut oleh pasukan Asyur di bawah pimpinan raja Shalmaneser V. Setelah itu, sebagian besar penduduk Israel Utara diangkut ke wilayah Asyur dan daerah-daerah lain dalam kerajaan Asyur. Hal ini dikenal sebagai Pembuangan Besar atau Exile.
Setelah jatuhnya Kerajaan Israel Utara, sejumlah besar bangsa asing mulai bermigrasi ke wilayah itu dan menetap di sana. Bangsa-bangsa tersebut menjadi dikenal sebagai orang Samaria atau Samarit. Mereka menggabungkan beberapa unsur agama Yahudi dengan keyakinan dan praktik agama mereka sendiri.
Selain itu, sejumlah orang Yahudi juga tetap tinggal di wilayah Israel Utara, terutama di wilayah Galilea. Mereka mempertahankan keyakinan dan praktik agama Yahudi mereka, yang kemudian menjadi dasar bagi Yudaisme Rabbinik setelah pembuangan kedua oleh orang Romawi pada tahun 70 Masehi.
4.9. Umat Allah Setelah penahlukan Asyur dan Pembuangan Babel
Israel terbuang ke Babel atau disebut pembuangan Babel karena mereka dikalahkan oleh bangsa Babel di bawah pimpinan raja Nebukadnezar II. Penaklukan tersebut menyebabkan kota Yerusalem dan Bait Suci mereka dihancurkan, dan banyak orang Israel dibawa ke Babel sebagai tawanan pada tahun 586 SM.
Penyebab utama pembuangan Babel adalah Israel melanggar perjanjian yang mereka buat dengan Allah. Allah telah memberikan peringatan kepada bangsa Israel melalui para nabi-Nya untuk berbalik dari perbuatan jahat mereka dan kembali kepada-Nya, tetapi bangsa Israel tetap berpaling dari Allah dan terus
melakukan kejahatan. Akibatnya, Allah membiarkan mereka dihukum oleh bangsa Babel. Hal ini juga menjadi bukti bahwa pemeliharaan perjanjian yang dibuat dengan Allah sangat penting dan harus dipatuhi oleh manusia.
Perjanjian yang dilanggar adalah Perjanjian Lama antara Allah dan bangsa Israel yang ditegakkan melalui Musa di Gunung Sinai (Keluaran 19-24; Ulangan 5-26). Perjanjian ini memuat aturan-aturan yang harus diikuti oleh bangsa Israel dalam beribadah, bertindak adil, dan menjaga kesucian moral mereka.
Beberapa contoh pelanggaran Perjanjian yang dilakukan oleh bangsa Israel antara lain:
- Penyembahan berhala dan dewa-dewi lain (Keluaran 20:3-6). Bangsa Israel seringkali memuja berhala dan dewa-dewi lain yang bertentangan dengan perintah Tuhan.
- Penyembelihan binatang tanpa prosedur yang ditentukan oleh hukum agama Yahudi (Imamat 17:3-4). Ini termasuk memakan daging yang diharamkan oleh Taurat.
- Pernikahan Campur dengan orang asing, yang merupakan pelanggaran hukum agama Yahudi (Imamat 18:6-23).
- Kekerasan dan kesewenang-wenangan terhadap sesama manusia (Mikha 2:1-2; Amos 4:1-2). Ini termasuk tindakan diskriminatif terhadap orang miskin dan orang lemah.
- Penolakan untuk menaati hukum Taurat (Yeremia 11:7-8; Hosea 8:1-3). Para pemimpin dan rakyat Israel tidak lagi mematuhi hukum Taurat, bahkan mengabaikannya sama sekali.
Semua contoh pelanggaran ini tercatat dalam kitab-kitab nabi-nabi di Perjanjian Lama, seperti Yeremia, Hosea, Amos, dan Mikha. Akibat dari pelanggaran-pelanggaran ini adalah pembuangan bangsa Israel ke Babel dan kehancuran Yerusalem pada tahun 587 SM.
Setelah ditaklukkan oleh Asyur pada tahun 722 SM, kerajaan Israel Utara mengalami kehancuran yang parah. Banyak penduduknya dibuang ke berbagai wilayah di Asyur dan digantikan dengan penduduk dari wilayah-wilayah Asyur yang lain. Wilayah Israel Utara sendiri kemudian disebut sebagai Samaria, dan menjadi salah satu provinsi kekaisaran Asyur.
Meskipun begitu, ada beberapa kelompok orang Israel Utara yang tetap tinggal di Samaria, dan mereka mencampuradukkan agama dan kepercayaan mereka dengan budaya yang baru. Akibatnya, orang-orang ini kemudian dikenal sebagai orang Samaria atau orang Samaritan, dan dianggap sebagai orang asing atau murtad oleh orang-orang Yahudi.
Akhir kerajaan Israel Utara sendiri terjadi pada tahun 722 SM ketika raja terakhirnya, Hosea, ditangkap oleh tentara Asyur dan kerajaan ini secara resmi dihapuskan. Wilayah Samaria kemudian dikuasai oleh Asyur dan menjadi bagian dari kekaisaran mereka hingga jatuhnya kekaisaran tersebut pada abad ke-7 SM.
4.10. Apakah Allah Meninggalkan UmatNya?
Allah tidak meninggalkan umat-Nya yang terbuang di Babel begitu saja. Meskipun mereka dihukum karena pelanggaran perjanjian, Allah tetap setia dan berjanji untuk menyelamatkan mereka. Salah satu bentuk kesetiaan Allah adalah melalui para nabi-Nya, seperti Yeremia dan Yehezkiel, yang menyampaikan pesan-pesan penyertaan dan penghiburan kepada umat yang terbuang.
Selain itu, dalam periode pembuangan, terjadi perubahan signifikan dalam praktik keagamaan dan tafsir kitab suci. Dalam kurun waktu ini, muncul para imam dan ahli tafsir yang menjaga tradisi keagamaan dan
mengembangkan pemahaman kitab suci. Mereka membantu umat mempertahankan keyakinan dan budaya mereka, serta memperkuat identitas Yahudi mereka.
Allah juga memberikan harapan akan masa depan yang lebih baik bagi umat-Nya, seperti melalui nubuat-nubuat tentang pembebasan dan kembalinya umat ke tanah air mereka. Salah satu nubuat terkenal adalah nubuat tentang Mesias yang akan datang dan membawa keselamatan bagi umat-Nya.
Dengan demikian, meskipun umat terbuang dari tanah air mereka sebagai akibat dari pelanggaran perjanjian, Allah tetap setia dan memberikan harapan dan penghiburan bagi mereka, serta melanjutkan hubungan-Nya dengan umat-Nya melalui para nabi dan pemimpin keagamaan.
Setelah kerajaan Israel Utara ditaklukkan oleh Asyur, banyak orang Israel dari kerajaan tersebut dibuang dan diasingkan ke wilayah Asyur dan daerah-daerah lainnya. Beberapa orang Israel yang ditinggalkan di tanah Israel Utara kemudian bergabung dengan orang-orang asing yang dibawa ke sana oleh Asyur. Namun demikian, hubungan Allah dengan orang-orang Israel yang diasingkan dari kerajaan Israel Utara tidak terputus begitu saja.
Rangkuman dari tafsir kitab-kitab sejarah dalam Perjanjian Lama: - Kitab Yosua: Menceritakan peristiwa pemimpin Yosua memimpin bangsa Israel menaklukkan Tanah Kanaan yang dijanjikan oleh Allah. Pesan utamanya adalah kesetiaan kepada Allah dan pentingnya taat kepada perintah-Nya. - Kitab Hakim-hakim: Menceritakan tentang para hakim yang dipilih oleh Allah untuk memimpin bangsa Israel setelah kematian Yosua. Pesan utamanya adalah pentingnya setia kepada Allah dan konsekuensi yang muncul ketika meninggalkan-Nya. - Kitab Rut: Menceritakan kisah kehidupan Rut dan Naomi di Betlehem dan bagaimana mereka akhirnya mendapatkan keselamatan dan perlindungan dari Boas. Pesan utamanya adalah kasih setia dan pengorbanan yang datang dari iman kepada Allah. - Kitab 1 Samuel: Menceritakan kehidupan nabi Samuel dan pemilihan raja pertama Israel, Saul. Pesan utamanya adalah bahwa setia kepada Allah lebih penting daripada kekuasaan atau kemuliaan manusia. - Kitab 2 Samuel: Menceritakan kehidupan raja Daud, termasuk perjuangannya untuk memperluas kerajaan Israel dan dosa-dosanya. Pesan utamanya adalah pentingnya taat kepada Allah dan konsekuensi yang muncul ketika melanggar-Nya. - Kitab 1 Raja-raja: Menceritakan kehidupan raja Salomo dan kemudian pecahnya kerajaan Israel menjadi dua negara setelah kematiannya. Pesan utamanya adalah kesetiaan kepada Allah dan akibat dari mempersekutukan-Nya dengan dewa-dewa lain. - Kitab 2 Raja-raja: Menceritakan kisah-kisah raja-raja baik di Israel utara maupun di Yehuda selama waktu yang sulit. Pesan utamanya adalah pentingnya setia kepada Allah dan akibat yang muncul ketika meninggalkan-Nya.

V. TAFSIR KITAB PARA NABI-NABI
5.1. Tahapan Menafsirkan Kitab Nabi-nabi
Tafsir Kitab Nabi-nabi adalah cara untuk memahami pesan-pesan yang terkandung dalam Kitab Nabi-nabi dalam Alkitab Perjanjian Lama. Kitab Nabi-nabi terdiri dari 17 kitab, yaitu Yesaya, Yeremia, Ratapan, Yehezkiel, Daniel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, dan Maleakhi.
Berikut adalah beberapa panduan ringkas untuk menafsirkan Kitab Nabi-nabi:
1. Perhatikan konteks sejarah dan sosial di mana kitab-kitab ini ditulis, dan hubungkan kaitannya dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi pada saat itu.
2. Perhatikan struktur dan tema dari setiap kitab Nabi-nabi, dan hubungkan kaitannya dengan tema-tema yang muncul di seluruh kitab tersebut.
3. Perhatikan perbedaan dan kesamaan antara versi-versi naskah Kitab Nabi-nabi, dan bandingkan hal tersebut dengan konteks sejarah dan sosial saat itu.
4. Perhatikan unsur-unsur simbolik dan teologis yang muncul dalam Kitab Nabi-nabi, seperti penggambaran Allah dan hubungan antara Allah dan manusia.
5. Perhatikan penggunaan bahasa figuratif, seperti metafora, simbol, dan alegori, dalam Kitab Nabi-nabi, dan perhatikan cara-cara di mana bahasa figuratif tersebut memperkuat pesan-pesan teologis dan moral yang disampaikan oleh para nabi.
6. Perhatikan kaitan antara Kitab Nabi-nabi dengan Kitab Taurat dan Kitab Sejarah, karena banyak pesan-pesan dalam Kitab Nabi-nabi yang mengacu pada peristiwa-peristiwa dan hukum-hukum yang terdapat dalam Kitab Taurat dan Kitab Sejarah.
5.2. Pembagian Kitab Nabi: Nabi-nabi Besar dan Nabi-nabi Kecil
Kitab Nabi-nabi terdapat dua kelompok, yaitu Nabi Besar dan Nabi Kecil. Kelompok Nabi Besar terdiri dari empat nabi, yaitu Yesaya, Yeremia, Ratapan, dan Yehezkiel, sementara kelompok Nabi Kecil terdiri dari dua belas nabi, yaitu Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, dan Maleakhi.
Perbedaan antara kelompok Nabi Besar dan Nabi Kecil tidak hanya terletak pada jumlah nabi, tetapi juga pada cakupan dan kompleksitas pesan-pesan yang mereka sampaikan. Nabi Besar mengemukakan pesan-pesan yang lebih luas dan kompleks mengenai teologi, sementara Nabi Kecil lebih fokus pada pesan-pesan moral dan praktis yang ditujukan untuk masyarakat pada waktu itu.
Nabi Besar menulis kitab-kitab yang panjang, sering kali memiliki struktur yang kompleks, dan mengandung banyak pernyataan teologis dan eskatologis. Kitab Yesaya, misalnya, terdiri dari 66 bab dan berisi pesan-pesan mengenai keselamatan, penghakiman Allah, dan masa depan umat Allah. Kitab Yeremia, sementara itu, berisi pesan-pesan mengenai penyesalan dan keselamatan melalui iman yang sejati.
Di sisi lain, Nabi Kecil menulis kitab-kitab yang lebih pendek, sering kali terdiri dari beberapa bab, dan mengandung pesan-pesan praktis yang ditujukan untuk masyarakat pada waktu itu. Kitab Hosea, misalnya, berisi pesan-pesan mengenai dosa dan pengampunan, sementara Kitab Amos berbicara tentang keadilan sosial dan kepatuhan kepada Allah.
Dalam penggunaan metode tafsir, perbedaan ini harus diperhatikan, karena masing-masing kelompok memiliki ciri khas pesan dan gaya penulisan yang berbeda, sehingga dapat mempengaruhi interpretasi dan aplikasi pesan-pesan mereka
5.3. Nabi Besar:
Tafsir Perjanjian Lama mengajarkan bahwa Nabi Besar dalam Kitab Nabi-nabi mengemukakan pesan-pesan yang lebih luas dan kompleks mengenai teologi. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai pesan-pesan pokok yang diemukakan oleh masing-masing Nabi Besar:
- Yesaya: Yesaya berbicara tentang kebangkitan nabi dan penghakiman Allah terhadap umat manusia yang durhaka. Ia juga memperkenalkan iman kepada satu Tuhan yang menguasai segalanya, serta berbicara tentang kedatangan seorang Mesias yang akan menyelamatkan umat manusia.
- Yeremia: Yeremia mengecam umat manusia karena berpaling dari Allah dan menyerukan kesetiaan dan penyerahan diri kepada-Nya. Ia juga berbicara tentang penghakiman Allah dan keselamatan melalui iman yang sejati

Ratapan: Ratapan meratapi keruntuhan Yerusalem dan mengekspresikan duka yang mendalam atas kemerosotan moral dan spiritual umat manusia. Ia juga menyerukan pengakuan dosa dan tobat.
- Yehezkiel: Yehezkiel menyerukan kepada umat manusia agar kembali kepada Allah, memperingatkan mereka tentang konsekuensi dari dosa dan menunjukkan bahwa Allah adalah satu-satunya harapan bagi umat manusia.

Pesan-pesan Nabi Besar mencakup topik-topik seperti keselamatan, penghakiman Allah, dosa dan tobat, iman kepada satu Tuhan, serta pengharapan akan kedatangan Mesias. Karya-karya mereka memperlihatkan bahwa Allah menghendaki umat manusia untuk hidup dalam ketaatan dan kasih, dan menyerukan orang-orang untuk menyerahkan hidup mereka sepenuhnya kepada-Nya. Pesan-pesan Nabi Besar ini terus menjadi relevan bagi kita hari ini dan menjadi bagian dari iman dan pengajaran Kristen.

5.4. Nabi-nabi kecil:
Tafsir Perjanjian Lama mengajarkan bahwa Nabi-nabi Kecil dalam Kitab Nabi-nabi mengemukakan pesan-pesan yang lebih spesifik dan fokus pada keadaan sejarah yang spesifik pada saat itu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai pesan-pesan pokok yang diemukakan oleh masing-masing Nabi Kecil:

- Hosea: Hosea mengecam keputusasaan spiritual dan moral umat manusia serta menunjukkan bahwa kesetiaan kepada Allah dan perjanjian-Nya harus menjadi fokus utama umat manusia.

- Yoel: Yoel menyerukan umat manusia untuk tobat dan kembali kepada Allah, menunjukkan bahwa penghakiman Allah akan datang tetapi juga bahwa Allah adalah kasih dan penuh belas kasih.
- Amos: Amos mengecam ketidakadilan sosial dan kekayaan yang tidak adil, menunjukkan bahwa Allah peduli dengan orang miskin dan tertindas.
- Obaja: Obaja mengecam bangsa Edom yang telah memperdaya dan menindas orang Israel, menunjukkan bahwa Allah adalah hakim yang adil dan bahwa Dia akan membalas semua orang yang bersalah.
- Yunus: Yunus menunjukkan bahwa Allah adalah Tuhan yang pengampun dan bahwa kasih-Nya melampaui semua batas, bahkan untuk orang-orang yang paling durhaka.
- Mikha: Mikha mengecam ketidakadilan sosial, kesombongan dan keangkuhan, dan menunjukkan bahwa Allah membutuhkan kesetiaan dan kepatuhan dari umat manusia.
- Nahum: Nahum mengecam bangsa Asyur yang kejam dan menunjukkan bahwa Allah akan menghukum semua orang yang tidak taat.
- Habakuk: Habakuk mengekspresikan kebingungan dan keraguan dalam menghadapi kesulitan dan penderitaan, tetapi menunjukkan bahwa iman kepada Allah dapat memberikan kekuatan dan pengharapan.
- Zefanya: Zefanya mengecam ketidakadilan sosial, kesombongan dan dosa, menunjukkan bahwa Allah akan menghakimi semua orang yang durhaka dan setia kepada-Nya.
- Hagai: Hagai menyerukan umat manusia untuk membangun kembali Bait Suci di Yerusalem, menunjukkan bahwa kesetiaan kepada Allah dan peribadatan yang benar adalah penting bagi kehidupan spiritual dan nasional.
- Zakharia: Zakharia mengecam dosa dan menunjukkan bahwa Allah akan menghukum orang yang tidak taat, tetapi juga menunjukkan pengharapan akan kedatangan Mesias yang akan menyelamatkan umat manusia.
- Maleakhi: Maleakhi mengecam ketidakadilan sosial dan kesalahan spiritual, menunjukkan bahwa Allah adalah kasih dan bahwa Dia memanggil umat manusia untuk setia dan patuh kepada-Nya.
Pesan-pesan Nabi-nabi Kecil mencakup topik-topik seperti kesetiaan kepada Allah, dosa dan tobat, keadilan sosial, dan pengharapan akan penghakiman Allah dan kedatangan Mesias.
5.5. Pelayanan Nabi-nabi berdasarkan Kurun Waktu
Berikut ini adalah beberapa nabi dalam Perjanjian Lama beserta kurun waktu pelayanan mereka:
- Nabi Samuel - sekitar tahun 1050-1000 SM
- Nabi Natan - sekitar tahun 1000-960 SM
- Nabi Elia - sekitar tahun 875-850 SM
- Nabi Elisah - sekitar tahun 850-800 SM
- Nabi Hosea - sekitar tahun 755-710 SM
- Nabi Amos - sekitar tahun 760-750 SM
- Nabi Mikha - sekitar tahun 735-700 SM
- Nabi Yesaya - sekitar tahun 740-700 SM
- Nabi Yeremia - sekitar tahun 627-580 SM
- Nabi Yehezkiel - sekitar tahun 593-570 SM
- Nabi Daniel - sekitar tahun 605-535 SM

- Nabi Haggai - sekitar tahun 520 SM
- Nabi Zakharia - sekitar tahun 520-518 SM
- Nabi Maleakhi - sekitar tahun 450-400 SM
Perlu diingat bahwa kurun waktu ini adalah perkiraan, karena beberapa nabi tidak memiliki catatan yang pasti mengenai masa hidup dan pelayanan mereka.
Nabi dalam Perjanjian Lama yang pelayanannya berdasarkan wilayah dapat kita rinci terfokus pada Israel Selatan, seperti:
- Nabi Samuel (sekitar abad ke-11 SM) - Dia dikenal sebagai nabi terakhir di Israel yang melayani selama masa kekuasaan Raja Saul dan Raja Daud.
- Nabi Natan (sekitar abad ke-10 SM) - Dia adalah nabi selama masa kekuasaan Raja Daud dan terkenal karena peran pentingnya dalam memberikan tegasan moral kepada raja.
- Nabi Yesaya (sekitar abad ke-8 dan ke-7 SM) - Dia adalah nabi terkenal yang melayani selama masa kekuasaan Raja Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia. Yesaya mengecam orang-orang Israel yang memuja berhala dan menyerukan umat Yahudi untuk kembali ke jalan Tuhan.
- Nabi Yeremia (sekitar abad ke-7 dan ke-6 SM) - Dia adalah nabi selama masa kekuasaan Raja Yosia, Yoyakim, Yoyakhin, dan Zedekia. Yeremia menyerukan orang-orang Yahudi untuk bertobat dan kembali kepada Allah, namun sayangnya banyak orang yang tidak mendengarkan panggilannya.
Sementara itu, nabi-nabi yang melayani di Israel Utara termasuk:
- Nabi Elia (sekitar abad ke-9 SM) - Dia dikenal sebagai nabi terkenal dalam sejarah Israel Utara, dan melayani selama masa kekuasaan Raja Ahab. Elia menentang penyembahan berhala dan menyerukan umat Yahudi untuk kembali ke jalan Tuhan.
- Nabi Hosea (sekitar abad ke-8 SM) - Dia adalah nabi terkenal di Israel Utara selama masa kekuasaan Raja Yerobeam II. Hosea mengecam keputusan-keputusan buruk yang diambil oleh para pemimpin Israel Utara dan menyerukan umat Yahudi untuk kembali kepada Allah.
- Nabi Amos (sekitar abad ke-8 SM) - Dia adalah nabi dari Tekoa di selatan Yehuda, dan melayani di Israel Utara selama masa kekuasaan Raja Uzia. Amos mengecam ketidakadilan dan kemunafikan di kalangan para pemimpin Israel Utara dan menyerukan umat Yahudi untuk bertobat dan kembali kepada Allah.
- Nabi Hosea (sekitar abad ke-8 SM) - Dia adalah nabi terkenal di Israel Utara selama masa kekuasaan Raja Yerobeam II. Hosea mengecam keputusan-keputusan buruk yang diambil oleh para pemimpin Israel Utara dan menyerukan umat Yahudi untuk kembali kepada Allah.
Beberapa nabi yang melayani pada masa pembuangan dan pesan utama yang mereka sampaikan:
- Yehezkiel - Melayani pada kurun waktu 597-586 SM. Pesan uta

Artikel Terkait