Workshop Song Leader HKBP Kebayoran Baru
Sabtu 18 Nopember 2023
https://youtu.be/tMfJKiH4YwE?si=2GdNNUfFcVpfTJRJ
1.Pendahuluan
Salah satu dari ibadah penyembahan kepada Tuhan yang disampaikan oleh jemaat atau umat adalah melalui penyembahan pujian yang merupakan harmonisasi dari isi pujian dengan pengirng pujian tersebut. Ibadah sudah kita kenal dalam Perjanjian Lama yang di mulai dengan penyembahan umat Israel kepada Tuhan pada saat perjalanan mereka keluar dari Mesir menuju tanah Kanaan yang dipimpin oleh saudari Musa, yakni Miryam. Ketika mereka melihat keperkasaan Tuhann dan kehebatan kuasa-Nya menenggalamkan seluruh serdadu orang Mesir yang hendak mengejar mereka di laut Teberu untuk membawa mereka kembali pulang ke Mesir menjadi budak seperti yang dapat kita baca dalam Keluaran 15, 20 – 21 “ . . .Dan menyanyilah Miryam memimpin mereka : Menyanyilah bagi Tuhan, sebab Ia tinggi luhur; kuda dan penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut” . Artinya, pujian itu tercetus dari suatu kepercayaan dan pengenalan akan perbuatan Tuhan yang nyata-nyata, sehingga tidak tersirat seuatu kepura-puraan melainkan penuh dengan ketulusan dan keiklasan. Selanjutnya dalam ibadah-ibadah umat Israel dengan lagu-lagu yang digubah dengan landasan iman dari pengalaman hidup para penggubah lagu dengan Tuhan seperti yang dialami oleh Daud, sehingga tertuang nyanyian tersebut dalam kitab Mazmur dan kitab lainnya. Intinya, semua lagu maupun yang menyanyikan lagu pujian dalam ibadah penyembahan kepada Tuhan seharusnya dilakonkan atas pengalaman hidup yang dirasakan dengan Tuhan, sehingga setiap syair maupun untaian kata-kata dalam pujian tersebut terlebih dahulu diresapi dan direnungkan.
Tata ibadah dalam Perjanjian Lama seperti yang sudah dijelaskan di atas baru kita temukan pada saat exodus. Hampir lima abad bangsa itu berada di Mesir, namun kita tidak menemukan hidup keagamaan yang sudah melembaga. Kita juga tidak menemukan yang namanya “hamba Tuhan” seperti nabi atau imam yang memimpin mereka dalam keagamaan. Namun setelah mereka dalam perjalanan menuju tanah Kanaan, Musa yang dipanggil Tuhan untuk memimpin mereka, sekaligus merangkap sebagai imam dan juga sebagai hakim. Tapi kemuadian saudaranya Harun turut membantunya membangun spritualitas bangsa itu dan juga Miryam yang mengerahkan para perempuan untuk memberikan pujian pada Tuhan. Demikianlah seterusnya semakin terbentuk hidup keagamaan mereka sampai berdirinya kerajaan Israel setelah tiba di tanah Kanaan. Perlengkapan alat-alat musik dalam Perjanjian Lama yang kita baca melalui kitab Mazmur atau kitab-kitab lainnya berupa alat-alat musik klasik yang biasa dipakai dalam perhelatan seni budaya umat Israel ataupun mengadopsi dari bangsa-bangsa di sekitarnya. Selain pengelompokkan berdasarkan bahan yang menyebabkan bunyi, alat-alat musik di dalam PL dapat juga dikelompokkan berdasarkan cara memainkannya, yakni: alat bertali (kecapi, gambus, rebab, serdam), alat tiup (seruling, sangkakala, kelentung) dan alat pukul (gendang, ceracap, rebana). Budaya Israel hampir tidak terpisahkan dengan ritus keagamaan, yakni agama Yahudi sehingga cara maupun perlengkapan yang dipergunakan adalah sama. Artinya alat musik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan kedua peristiwa tersebut. Kalau dalam mengiringi ritus agama maupun budaya mempergunakan lebih dari satu alat musik, sudah dapat kita perkirakan bahwa sejak zaman PL harmoni dari alat-alat musik ( instrument ) itu sendiri sudah ditemukan; demikian juga harmoni suara musik dengan suara manusia ( vocal ) Jadi kitab Mazmur itu adalah merupakan syair lagu yang dinyanyikan umat itu dalam ibadah sesuai dengan konteks maupun tema suatu ibadah atau perayaan yang diirngi dengan alat-alat musik.
Perkembangan musik dalam kehidupan gereja saat ini tidak dapat dilepaskan dari keberadaan musik di zaman Perjanjian Lama. Oleh karena itu, tulisan ini akan memberikan beberapa informasi keberagaman fungsi musik dalam kehidupban bangsa Israel menurut kesaksian Alkitab Perjanjian Lama. Semoga, nantinya beberapa informasi tersebut dapat menjadi sebuah refleksi bagi gereja untuk bagaimana memfungsikan musik dalam kehidupan bersekutu, bersaksi, dan melayani. Keberagaman fungsi Musik bagi bangsa Israel dalam Perjanjian Lama, musik memainkan peranan yang penting bagi keagamaan. Salah satu indikasi terhadap hal tersebut dapat kita jumpai dalam kitab Kejadian, 4:20-22, yang mengemukakan bahwa musik merupakan salah satu pekerjaan yang penting dari permulaan sejarah manusia. Perkembangan iringan musik dan vocal dari waktu ke waktu berjalan dengan pesat. Alat-alat musik yang dipakaipun mengalami berbagai perubahan sesuai dengan konteks budaya suatu bangsa atau daerah, yang kemudian dengan penemuan alat-alat musik yang baru. Tidak hanya dalam perlengkapan alat-alat musik, lagu-lagu dalam ibadah ( gereja ) juga semakin banyak tercipta melalui para komponis-komponis handal dan hebat di Eropah.
Tidak heran, ketika para missionaris dari Eropah datang ke Indonesia dengan sendirinya mereka membawa alat musik maupun lagu-lagu gereja mereka yang kemudian diterjemahkan di daerah setempat. Alat musik yang pertama di perkenalkan dalam gereja di tanah Batak adalah organ atau organa yang dalam bahasa Batak disebut poti marende yaitu alat musik tuts. Organ ini dimainkan dengan menggohet melalui kaki sebagai alat peniup pipa, sehingga tuts yang ditekan akan menghasilkan suara sesuai dengan nadanya. Di kemudian hari menyusul alat musik tiup dari tembaga yang disebut dengan terompet yang terdiri dari empat suara yaitu : Sopran, alto, tenor dan bas ( dengan bentuk dan cara pakai yang berbeda ). Alat musik yang dibawa dari Jerman ini lama bertahan sebagai alat musik satu-satunya dalam gereja, namun tidak semua gereja mampu untuk memilikinya. Pada akhirnya, muncul organ buatan orang Batak sendiri (setelah kursus ke Jerman ) yang dikerjakan secara manual di Sipoholon – Tarutung yang harganya cukup terjangkau. mua gereja mampu untuk memilikinya. Anehnya, alat musik yang sebenarnya ada dalam satu-satu daerah di Indonesia ini begitu sulit di terima untuk masuk mengiringi ibadah seperti : kecapi, seruling, tagading ( termasuk gitar ). Namun di kemudian hari gereja mau tidak mau harus mau beradaptasi dengan budaya setempat dan akhirnya terbuka untuk menerima musik local dalam mengiringi ibadah di gereja.Sama halnya dengan penggunaan alat musik modern seperti keyboard dengan musik bandnya, lama menjalani proses untuk masuk mengiringi ibadah di gereja kita.
Pada awal perjalanan ibadah di gereja HKBP, ada tiga orang majelis ( parhalado ) sebagai pemimpin minggu, yakni : Liturgis ( paragenda ), pengkotbah ( parjamita ) dan pemandu acara dan lagu ( sijaha ende ). Acara ibadah dimulai dengan berdirinya pemandu lagu di altar kecil sebelah kanan gereja yang sekaligus sebagai song leader yang mengajak jemaat untuk bersiap masuk ibadah lalu dia akan berkata :”Tapungka ma parmingguonta, marende ma hita sian buku ende nomor 10 ayat sada sahat tu ayat tolu”. Apabila di gereja itu belum ada organ ( poti marende ), maka yang akan menarik nada adalah pemandu lagu tersebut. Kemudian dibaca satu-satu baris, lalu dinyanyikan; dibaca lagi – dinyanyikan, karena jemaat yang memiliki buku ende masih terbatas. Setelah lagu itu dinyanyikan satu ayat, barulah liturgis maju ke mezbah ( di tengah ). Sudah dapat kita bayangkan ketika sintua yang menjadi pemandu lagu yang memiliki suara yang seadanya apalagi pemilik suara miring alias fals. Tidak heran kalau dalam ibadah lagu itu dinyanyikan dengan nada dasar yang berbeda-beda. Hal ini bisa juga terjadi pada saat gereja itu sudah memiliki organ, pemandu lagu yang tidak benar bisa menjadikan nyanyian pujian itu menimbulkan suara yang tidak beraturan, akhirnya riuh. Perkembangan ibadah selanjutnya terkait pemimpin pujian disepakati, bahwa liturgislah yang menjadi pemimpin ibadah sekaligus pemandu pujian. Jemaat sudah diperlengkapi dengan buku ende, ada organ, ada nomor ende yang ditulis di beberapa papan tulis kecil yang digantung di dinding. Acara ibadah berjalan secara otomatis, liturgis cukup mengatakan :”Marende ma hita”. Persoalannya makin rumit, karena tidak semua lagu yang sudah ditetapkan untuk hari minggu tersebut dapat dinyanyikan liturgis, sehingga sering terjadi penggantian lagu dengan memilih lagu yang dapat dinyanyikan liturgis atau pemandu lagu. Ada kalanya lagunya yang itu ke itu saja. Melihat keadaan ini, maka mulailah dipikirkan solusi bagaimana supaya ibadah itu terkhusus penyampaian pujian boleh berjalan dengan baik, khusuk, nyaman dan berkualitas. Muncullah gagasan untuk memandu lagu dengan mendaya gunakan potensi warga jemaat yang memiliki talenta. Pendayagunaan warga jemaat seperti song leader ini dalam kegiatan jemaat termasuk dalam ibadah maka dalam Aturan Peraturan HKBP 2002 munculnya istilah :”Parhalado na so martohonan” ( Majelis non-tahbisan), seperti pemusik, multi media, panitia pembangunan, guru koor dll.
Song leader atau yang dikenal dengan ‘pemimpin pujian’ atau “ pemandu lagu”, mulai tumbuh dan menjadi format yang ‘baku’ sekitar tahun 2000-an di gereja HKBP. Song leader dianggap menjadi bagian inheren ( bagian yang sangat dibutuhkan ) dalam ibadah gereja karena kehadirannya diharapakan membantu dan memandu jemaat dalam bernyanyi saat ibadah. Ketika keinginan ini mulai menguat dari arus bawah dan selanjutnya dibicarakan di Rapat Pendeta HKBP setelah menerima masukan dari Komisi Liturgi HKBP, akhirnya diputuskan bahwa HKBP menerima kehadiran “song leader” bersinergi dengan pemusik untuk memandu lagu dalam ibadah gereja. Namun demikian, rekrutmen song leader di gereja HKBP tidak dilakukan secara ketat dan personilnya didominasi dari anggota koor (paduan suara) gereja setempat dan beberapa jemaat lainnya yang memiliki ‘hobi’ dalam bernyanyi. Bila dilihat ke belakang, keberadaan song leader sudah ada lebih dari dua dekade, tetapi perhatian untuk mengembangkan kemampuan bernyanyi song leader masih kurang mendapatkan perhatian dari otoritas gereja HKBP. Pelaksanaan pelatihan teknik vokal song leader di gereja HKBP memperlihatkan adanya kesalahan song leader dalam ‘mengeksekusi’ lagu dengan benar. Kesalahan dalam menyanyikan lagu sesuai dengan Buku Logu atau notasi yang tepat, penempatan posisi duduk dan berdirinya menggambarkan hal yang terjadi saat menyanyikan lagu-lagu buku ende. Pada kesempatan ini, bukannya mau memberikan pelatihan teknik vokal ataupun menjelaskan teknik-teknik lainnya, melainkan hanya saran untuk diperhatikan. Sehubungan dengan itu yang mau disampaikan saat ini sesuai dengan judul bahasan kita adalah :”Peran song leader dalam kaitannya dengan aturan kebatian dan liturgi”
Tidak ada keseragaman penempatan posisi para song leader, baik tempat duduknya maupun saat berdiri memandu lagu ataupun jumlah personilnya, namun, nyaris semua gereja menempatkan posisi song leader itu duduk di depan, ada yang menghadap jemaat dan ada menyamping. Bagi song leader yang duduk di depan seringkali tidak sadar bahwa mereka menjadi pusat pengamatan warga jemaat. Maka tidak heran ketika sedang pada acara kotbah, saat ada gerakan yang aneh-aneh dari song leader yang hanya seorang diri atau saat mereka berbisik-bisik, atau ada yang asik mengutak atik hp bahkan ketika ada yang mengantuk atau gerak aneh lainnya, mereka menjadi bahan percakapan warga jemaat. Sebaiknya para song leader sadar akan posisi dan keberadaan mereka sehingga tetap menjaga sikap selama ibadah, terlebih saat mereka mendengar kotbah (karena saat itulah mereka duduk manis ). Maka tidak heran kalau di beberapa gereja itu song leader dan pemusik di tempatkan di balkon gereja ( HKBP Kernolong, Sutoyo, Serpong dll )
2. Posisi berdiri song leader sesuai dengan perannya :
Sebagaimana kita jelaskan di atas, yang menjadi pemimpin ibadah ( sebagai imam atau perwakilan Tuhan ) adalah liturgis dan pengkotbah. Bila demikian halnya, maka seluruh jemaat yang akan datang menghadap Tuhan baik melalui pujian dan doa sikap yang patut adalah menghadap kepada imam yang sedang berdiri di altar. Sementara song leader adalah juga sebagai bagian dari warga jemaat yang ditugaskan untuk memandu dan memimpin lagu pujian, haruslah juga menghadap ke altar ataupun liturgis, yang sama halnya menghadap hadirat Tuhan. Maka tidaklah etis bahkan tidaklah pantas apabila song leader membelakangi altar atau membelakangi liturgis ataupun imam. Menghadap altar, adalah posisi yang terbaik dan paling pantas bagi para song leader di dalam ibadah.
3. Memandu lagu dengan benar :
Ada beberapa hal yang mau disampaikan agar song leader itu benar-benar menjadi pemimpin nyanyian yang efektif dan dapat mengkondisikan pujian dalam ibadah dengan teratur dan irama yang senyawa. Namun harus diingat, bahwa bukan berarti song leader itu mendominasi suara dalam ibadah tersebut sehingga suara jemaat tidak kedengaran lagi. Hal ini sangat sering kita temukan dalam ibadah di beberapa gereja di mana suara musik dan song leader sangat mendominasi. Apabila hal seperti ini terus berlangsung, lama kelamaan warga jemaat jadi malas untuk turut bernyanyi dan akhirnya diam saja. Selanjutnya, ada beberapa respon ibadah yang biasa dinyanyikan dalam ibadah terkesan dinyanyikan lambat, padahal yang seharusnya dinyanyikan agak cepat dan semangat seperti : Haleluya, Haleluya, haleluya dan Ai Ho do nampuna harajaon, dohot hagogoon, ro di hasangapon, saleleng ni lelengna, Amen.
7.1.Pelayanan. Seorang songleader adalah pelayan Tuhan yang bekerja di ladang Tuhan. Seorang pelayan dituntut bekerja tanpa menuntut lebih kepada dirinya, karena apa yang kita dapat semua itu berasal dari Tuhan. Song leader dituntut dapat bernyanyi dalam roh, hal ini diharapkan agar pada saat bernyanyi dapat menghayati lagu yang dinyanyikan sesuai dengan permintaan lagu yang dinyanyikan. Misalnya lagu pada saat manopoti dosa, dinyanyikan dengan perasaan mendalam karena lagu tersebut lebih diarahkan kepada lagu penghiburan ataupun mengingat pengorbanan Tuhan Yesus untuk kita manusia. Namun pada saat lagu sukacita, song leader harus mampu menyanyikan lagu yang dibawakan dengan hati yang sukacita.. Persiapan dari seorang songleader adalah dia merasa dirinya bukanlah seorang penyanyi atau pun seorang super, tapi dia menyadari bahwa pekerjaannya adalah suatu pekerjaan sukarela dan tidak terpaksa, menyadari mereka terpanggil dikarenakan mereka punya talenta yang luar biasa diberikan Tuhan dan bukan untuk mencari pujian melainkan agar Tuhan yang termuliakan
7.2. Vokal. Seorang song leader dituntut dapat bernyanyi dengan baik, tapi bukan dituntut menjadi seorang penyanyi (dalam arti kata seperti artis). Song leader mempunyai modal suara yang baik (tidak fals atau goyah), untuk mendapatkan vokal ataupun suara yang diinginkan haruslah belajar teknik vokal. Song leader haruslah mempunyai rasa percaya diri yang tinggi (hati-hati: bukan mengarah ke sombong) agar suara yang dikeluarkan tidak fals atau goyah. Suara yang diinginkan dalam bernyanyi adalah suara yang merdu bukan suara kasar yang memekakkan telinga pendengar. Jangkauan suara yang diinginkan juga harus dapat dinyanyikan dengan baik, misalnya jangkauan yang tinggi tidak menjerit dan jangkauan rendah tidak terdengar suara tercekek malah kadang tidak terdengar.
7.3. Teknik bernyanyi. Seorang song leader diharapkan mempunyai modal memahami teori musik, dengan mengenal notasi, irama dan tempo. Memang tidak semua song leader dapat mengenal teori musik, namun semua itu dapat tertutupi jika dapat bekerja sama dengan pemain musiknya (pengiring nyanyian). Dengan kerja sama yang baik akan mendapat hasil yang baik pula. Jadi sangat dituntut kepada song leader ataupun pengiring untuk dapat mengenal teori musik dengan baik, tanpa itu akan sia-sia.. Seorang song leader juga dituntut dapat memakai microphone dengan baik, karena akan terdengar tidak enak jika suara tinggi dinyanyikan dengan posisi mic dekat ke mulut akan terjadi suara sound system berbunyi nyaring dan yang mendengar akan menutup telinganya dan sebaliknya jika terlalu jauh akan dipastikan suara tidak terdengar oleh jemaat.
7.4. Pembawaan lagu. Song leader diharapkan dapat membawakan lagu dengan baik dan indah, hal ini bisa didapat dengan membawakan nyanyian melalui sisi penghayatan yang baik. Dimana penghayatan yang diinginkan dapat menggugah orang yang mendengarnya dan ikut merasakan apa yang kita rasakan. Jika kita tidak mengerti apa yang tertuang dalam syair lagu bisa dipastikan orang yang mendengarnya juga tidak merasakan apa-apa alias mati rasa. Banyak orang menyanyikan lagu yang girang dinyanyikan dengan tempo yang lambat dan sebaliknya tempo yang lambat/anggun dinyanyikan dengan tempo dan rasa yang sukacita. Lagu yang harusnya dinyanyikan dengan setengah suara dinyanyikan dengan suara yang menjerit begitu juga sebaliknya.
8. PENUTUP
Jelas seorang songleader bukanlah penyanyi (artis) tapi song leader adalah pelayan Tuhan yang membimbing jemaatnya bernyanyi dengan benar dan mengarahkan hati dan pikirannya lebih dekat ke Tuhan melalui puji-pujian. Dengan memberikan hati dan pikiran kita untuk gereja, Tuhan pasti memberikan yang terbaik untuk kita. Selamat berlatih dalam sesi yang kedua dan selamat melayani. Tuhan memberkati.
Jakarta, 18 Nopember 2023
Pdt. Luhut Simbolon