Sejumlah mall akan dibuka. Kabar itu beredar di media, meski belum jelas kepastiannya: mall apa dan kapan. Kita tahu, para pedagang di mall adalah para pedagang ritel.
Mereka itulah yang menjadi bagian dari industri ritel. Merekalah pebisnis ritel. Ketika mall tutup dan toko-toko tutup karena wabah Covid-19, tentu mereka tidak berjualan. Tak ada transaksi.
Yang terpuruk bukan hanya mereka. Para pemasok produk, juga para pelaku UKM-UMKM, yang selama ini mensuplai produk ke mall dan toko-toko, otomatis juga terpuruk.
Fernando Repi menyebut, bisnis ritel di Indonesia sangat terpukul oleh wabah Covid-19. Kenapa? Karena, industri ini lebih banyak mengandalkan penjualan secara offline, ketimbang online.
Ada memang yang kemudian mengalihkan penjualan secara online, meski hasilnya belum maksimal. Fernando Repi memberi contoh: penjualan toko ritel pakaian turun 80 persen. Fernando Repi yang saya maksud adalah Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
Tragedi bisnis ritel tersebut ia ungkapkan ketika ia melakukan teleconference, pada Selasa (28/04/2020).
Oh, ya, secara garis besar, kita bisa membagi bisnis ritel menjadi dua kelompok: ritel pangan dan ritel non-pangan. Dalam konteks wabah Covid-19, bisnis ritel pangan relatif masih jalan, karena memang diizinkan untuk beroperasi, meski berada di wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Carrefour adalah salah satu contoh bisnis ritel pangan, yang tetap beroperasi melayani konsumen di masa wabah Covid-19 ini.
Untuk mengetahui, bagaimana situasi kondisi bisnis ritel pangan, saya pun berkunjung ke salah satu gerainya, yaitu ke Carrefour Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Itu saya lakukan pada Minggu (17/05/2020), pekan terakhir Ramadhan, menjelang Lebaran. Saya sengaja berbuka puasa di sana, kemudian shalat magrib di mushala yang berada dekat area parkir mobil indoor.
Dibandingkan dengan masa sebelum wabah Covid-19, tentu situasinya sangat jauh berbeda. Area parkir Carrefour Lebak Bulus yang luas, hanya sebagian yang terisi.
Area parkir indoor pun, hanya terisi sebagian. Itu menjadi penanda, betapa kunjungan konsumen ke ritel modern tersebut, jauh menurun. Padahal, ketika saya ke sana, itu sudah masuk pekan terakhir menjelang Lebaran. Biasanya, pekan terakhir ini adalah masa-masa puncak warga berbelanja.
Carrefour Lebak Bulus biasanya di kurun waktu tersebut, penuh sesak. Tapi, pada Minggu (17/05/2020) itu, situasinya ya lengang-lengang saja. Di sana, saya menyaksikan secara langsung, betapa hebatnya pukulan wabah Covid-19 terhadap industri ritel.
Saya pikir, yang terpukul bukan hanya Carrefour Lebak Bulus, tapi juga seluruh pelaku usaha yang menjadi pemasok produk ke sana. Dan, itu tentulah menjadi potret ekonomi yang muram, karena wabah Covid-19.
Untuk menyiasati kondisi minimnya kunjungan konsumen, Carrefour Lebak Bulus juga menyediakan layanan belanja secara online. Konsumen tinggal pesan secara online, pihak Carrefour akan mengantarkan barang ke alamat pemesan.
Kita tahu, gaya hidup warga saat ini, memang sudah cenderung beralih ke belanja online. Meski, dalam konteks hiburan, datang ke mall dan ke pusat perbelanjaan masih tetap menjadi kebutuhan publik, yang belum tergantikan. (isson khairul)