Mungkin ini pertama kali di Indonesia. Kata Hotman Paris Hutapea, nilai denda tersebut, fantastis. Hotman meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja KPPU, yang telah menjatuhkan denda fantastis itu.
Kita tahu, KPPU adalah singkatan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yang tugas utamanya adalah mengawasi aktivitas bisnis di negeri ini.
Pada Rabu (24/06/2020) lalu, KPPU baru saja memutus bersalah 7 maskapai penerbangan nasional, karena bersekongkol memahalkan harga tiket pesawat.
Pada Jumat (03/07/2020) ini, KPPU kembali menunjukkan taringnya: memutuskan denda Rp 30 miliar terhadap Grab Indonesia.
Kenapa? Ya, karena persekongkolan bisnis juga. Istilah yang digunakan untuk kasus ini, diskriminasi.
Masyarakat umum menilai, Grab Indonesia adalah pelaku industri jasa angkutan berbasis online. Padahal, tidak demikian halnya.
Grab Indonesia secara perusahaan adalah PT Solusi Transportasi Indonesia. Ridzki Kramadibrata selaku Managing Director Grab Indonesia, dalam siaran persnya pada Senin (14/03/2016) menyebut, perusahaannya bukan merupakan penyedia jasa transportasi, namun penyedia jasa teknologi.
Dalam operasionalnya, Grab Indonesia memberi kesempatan kepada individu pemilik kendaraan untuk bergabung sebagai mitra. Selain itu, Grab Indonesia juga menjalin kerjasama dengan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI).
TPI ini adalah sebuah perusahaan jasa rental mobil. Kedua perusahaan tersebut bekerja sama dalam menyelenggarakan program kendaraan rental atau sewa.
Dengan demikian, ada mitra Grab Indonesia yang bergabung secara individual, ada pula yang bergabung melalui TPI. Selanjutnya, kita sebut saja mitra TPI dan mitra non-TPI.
Inilah awal mula sengketa di tubuh Grab Indonesia. Majelis KPPU menyebut, Grab dinyatakan melakukan diskriminasi terhadap mitra, karena Grab memberikan order prioritas kepada mitra TPI, masa suspend, dan fasilitas lainnya.
Akibatnya, terjadi penurunan persentase jumlah mitra non-TPI dan penurunan jumlah orderan yang diterima pengemudi mitra non-TPI.
Kasus Grab dan TPI tersebut terdaftar dalam perkara Nomor 13/KPPU-I/2019. Pengusutan kasus tersebut berawal dari inisiatif KPPU dan ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan. Dalam hal ini, KPPU tentu saja memanggil sejumlah pihak yang relevan.
Akhirnya, Majelis KPPU menyatakan, Grab dan mitranya, PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI), telah melanggar Pasal 14 dan Pasal 19 (d) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Dalam amar putusannya, KPPU memberikan sanksi denda total Rp 30 miliar dengan rincian Rp 7,5 miliar untuk pelanggaran Pasal 14 dan Rp 22,5 miliar atas Pasal 19 (d).
Sedangkan TPI dikenakan denda total Rp 19 miliar dengan rincian Rp 4 miliar dan Rp 15 miliar atas dua pasal tersebut.
Hotman Paris Hutapea selaku kuasa hukum Grab Indonesia, tentu saja meradang. Bahkan, Hotman sampai meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja KPPU, yang telah menjatuhkan denda fantastis itu.
Hotman mengatakan, kliennya keberatan terhadap putusan KPPU tersebut dan akan segera mengambil langkah hukum di pengadilan negeri.
Ini memang ranah hukum. Pengajuan keberatan bakal disampaikan dalam waktu maksimal 14 hari ke depan, seperti yang diatur dalam sistem perundang-undangan.
Hubungan mitra dengan Grab adalah hubungan kemitraan, bukan relasi produsen dan konsumen. Tapi, jika mengacu kepada penjelasan Ridzki Kramadibrata di atas bahwa Grab Indonesia adalah “penyedia jasa teknologi” maka status mitra ya adalah konsumen.
Konsumen turunannya adalah pengguna jasa dari mitra tersebut. Dari penelusuran saya, denda yang dijatuhkan KPPU tersebut, ya sebatas denda. Tidak ada larangan beroperasi.
Nah, Anda –baik sebagai konsumen yang berstatus mitra maupun sebagai konsumen pengguna- tentu berhak bersuara. Silakan suarakan suara konsumen, agar terjalin hubungan yang sehat antara produsen penyedia jasa dengan konsumen. (isson khairul)